MITRAPOL.com, Jakarta – Kuasa Hukum dari Siswa Poltekim Rapen Sinaga S.H., M.H., menyampaikan Pemecatan Siswa Taruna dinilai sangat tidak mengedepankan hak asasi dan sangat diskriminatif, ungkapnya kepada awak media di Jakarta, Kamis (17/1/24).
Siswa Taruna Politeknik Imigrasi atas nama Marco Edward Pontoh yang dipecat oleh Direktur Politeknik Imigrasi BPSDM Hukum dan HAM sesuai Surat Keputusan (SK) Nomor : SDM.6-2795.SM.10.03 Tahun 2023 tertanggal 15 Mei 2023, tinggal menunggu putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung.
“Nasib Marco ada ditangan Majelis Hakim PTUN Bandung tanggal 24 Januari mendatang. Marco kehilangan semangat hidup dan merasa dipresi pasca pemecatan dirinya. Menurut kami, hal ini harus menjadi tanggung jawab negara memastikan Marco tidak kehilangan akal dan semangat dalam menjalani kehidupan muda yang masih panjang kedepan,” tutur Rapen Sinaga
Sebelum Gugatan didaftarkan pada PTUN Bandung, Marco sudah melakukan upaya administrasi berupa surat Keberatan dan Keberatan Banding, tetapi tidak dijawab Direktur Poltekim. Dari sini aja terlihat Direktur Poltekim melanggar Pasal 78 ayat (5) UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung (PTUN Bandung) di daftarkan oleh Rapen AMS Sinaga, SH, MM., selaku Kuasa Hukum yang ditunjuk oleh Marco, pada tanggal 1 September 2023 dengan Register Perkara Nomor : 92/G/2023/PTUN.BDG.
Terungkap dalam fakta dan keterangan saksi di persidangan, bahwa Marco dan teman-temannya telah mengikuti ujian sidang skripsi, namun hanya Marco yang dinyatakan tidak lulus.
Rapen menjelaskan Tak hanya itu, dalam persidangan, Marco juga dituduh melakukan pelanggaran berat dan dituduh memalsukan tandatangan. Tuduhan ini tentu tidak beralasan, sebab Direktur Poltekim tidak dapat membuktikannya.
Dalam kasus Marco ini terlihat bagaimana Negara gagal menjalankan Tujuan Nasional Negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Negara juga gagal dalam melindungi Warga Negara dalam pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu Pendidikan.
Poltekim sebagai Lembaga Pendidikan tentunya paham bahwa Poltekim adalah tempat terbaik untuk mendidik putra-putri bangsa yang menjunjung tinggi moral etic berdasarkan Pancasila, namun yang terjadi adalah kesewenang-wenangan bahkan sangat diskriminatif.
Gugatan PTUN didaftarkan oleh Kuasa Hukum pada pokoknya meminta agar Majelis Hakim PTUN Bandung Menyatakan Batal atau Tidak Sah dan Mencabut Surat Keputusan Nomor : SDM.6-2795.SM.10.03 Tahun 2023 tertanggal 15 Mei 2023, dan Merehabilitasi dan Mengembalikan Marco dalam status dan kedudukan seperti semula sebagai Taruna.
Kami hanya memohon agar Majelis Hakim dalam memberikan putusan melihat dari berbagai aspek termasuk asas kemanfaatan. Karena hukum selain penegakan hukum tentunya harus melihat kemanfaatan hukum jika diterapkan.
Kami menilai, pemecatan Marco adalah Tindakan Pemerintah yang sangat diskriminatif dan melanggar HAM, maka Menteri Hukum dan HAM harus turun tangan untuk memulihkan hak Marco kembali.
Menurut kami, pemecatan hanya boleh dilakukan terhadap siswa yang melakukan kejahatan pidana seperti korupsi, narkoba, pembunuhan, pencurian, dan lain sebagainya.
Kami berdoa dan berharap, semoga saja putusan Majelis Hakim PTUN Bandung 24 Januari nanti berpihak pada Marco, tutup Rapen Sinaga yang juga Ketua GAMKI DKI Jakarta.
Pewarta: Yape Mp