MITRAPOL.com, Sukabumi Jabar – Fenomena banjir bandang dan tanah longsor terjadi dibeberapa daerah beberapa waktu belakangan ini terutama ketika hujan dengan intensitas tinggi melanda.
Sebut saja banjir bandang dan tanah longsor yang melanda daerah Pesisir Selatan Sumatera Barat, kemudian banjir yang melanda di beberapa kabupaten dan kota di Jawa Tengah dan masih banyak lagi.
Semuanya diakibatkan selain faktor cuaca ekstrim juga yang harus disadari adalah akibat rusaknya lingkungan hidup, hutan yang beralih fungsi dan penambangan serta eksploitasi sumber daya alam yang tak terkendali
Mengingat ini semua maka wajar jika warga masyarakat yang bertempat tinggal di lingkungan sekitar yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan resah ketika mengetahui adanya rencana alih fungsi hutan.
Pun demikian dengan warga yang bermukim di wilayah RW 35 Kelurahan Palabuhanratu Kecamatan Palabuhanratu kabupaten Sukabumi Jawa Barat
Mengetahui adanya aktifitas penyiapan lahan yang konon katanya akan dijadikan program Perhutanan Sosial, serta merta warga dari empat RT yang ada dilingkungan RW 35 yakni lingkungan Perumahan Taman Sari sontak menyatakan penolakan.
Senin 25 Maret 2024 ketua RW 35 Kelurahan Palabuhanratu, Heri Subowo bersama beberapa tokoh dan warga memasang baliho besar bertuliskan penolakan terhadap aktifitas pengrusakan alam dengan dalih pemanfaatan hutan oleh masyarakat atau Perhutanan Sosial.
“Hentikan pengrusakan alam atau kami paksa untuk berhenti!,” seru warga dengan kompak sambil mengepalkan tangan
Salah satu warga setempat, Dani, mengecam aktifitas pengrusakan alam itu.
“Sebenarnya siapa atau pihak mana yang berwenang menentukan apakah sebuah areal hutan bisa dikelola oleh masyarakat atau tidak? Kedua apakah sudah dikaji mengenai dampaknya? atau ketika ada usulan dari sebagian kelompok masyarakat yang mengatas namakan KTH kelompok tani hutan maka dengan serta merta bisa diberikan hak garap atau hak kelola kepada yang mengajukan permohonan tersebut,” ucapnya.
“Dan jika benar hutan blok Jayanti ini akan diserahkan pengelolaanya kepada KTH atau dengan kebijakan yang kita kenal dengan PSKL atau KHDPK maka tidak terbayang apa yang akan terjadi kedepanya,” sambung Dani.
Warga lainnya, penghuni di Blok E mempertanyakan apakah pihak dinas Kehutanan atau Dinas Lingkungan Hidup sudah diajak bicara mengenai hal ini.
Menurutnya, para stakeholder harusnya melihat kondisi riil dilapangan bahwa areal hutan ini adalah hutan lindung. Di mana ekositem dan habitat asli perimata dan binatang hutan lainya harusdi jaga dan dilestarikan.
Selain itu kontur tanah perbukitan terjal dengan kemiringan yang curam sangat membahayanya jika nantinya dengan dalih untuk dijadikan lahan pertanian oleh kelompok tani hutan.
“Akhirnya pohon-pohon kayu yang besar yang selama ini berfungsi sebagai penahan tanah dan bebatuan besar yang berada diatas bukit ditebang lalu bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi dan menimpa kita semua terutama warga yang bermukim di wilayah RW 35 ini “ujarnya.
Ketua RW bersama para tokoh masyarakat bertekad akan terus berjuang mempertahankan agar areal hutan lindung ini tetap terjaga dan lestari.
Mereka juga akan melakukan serta mempertanyakan kepada para pihak terkait yang berwenang menangani hal ini agar membatalkan rencana alih fungsi hutan ini dengan dalih apapun.
Apa lagi mengingat hutan ini juga berfungsi sebagai paru-paru dunia dan sumber air yang sangat dibutuhkan bukan hanya saat ini tapi juga harus mengingat keberlangsungan hidup anak cuci kita dikemudian hari.