Nusantara

Terkait Distribusi Gabah, DPRD Lampung Ingatkan Pemprov Terapkan Perda No 7 Tahun 2017

×

Terkait Distribusi Gabah, DPRD Lampung Ingatkan Pemprov Terapkan Perda No 7 Tahun 2017

Sebarkan artikel ini

MITRAPOL.com, Bandarlampung – DPRD Provinsi Lampung mengingatkan Pemprov untuk serius menerapkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Distribusi Gabah. Pasalnya sampai saat ini gabah hasil panen petani masih banyak yang dijual ke luar daerah.

Anggota Komisi IV DPRD Lampung, Midi Ismanto mengatakan lemahnya penegakan perda mengakibatkan Lampung kekurangan beras meski hasil panen surplus. Lampung yang berstatus lumbung pangan terpaksa mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan daerah.

“Perda distribusi gabah ini dibuat dari usulan masyarakat untuk mengatur distribusi gabah petani. Perdanya sudah ada dari tahun 2017 tapi pelaksanaannya belum maksimal,” kata Midi Iswanto dalam rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di Ruang Rapat DPRD, Senin (29/5/2023).

Menurutnya, Pemprov bersama pemda kabupaten/kota harus menindak tegas oknum-oknum yang masih menjual gabah keluar dari Lampung. Sanksinya sudah diatur di dalam Perda dan dilakukan oleh PPNS.

“Kita minta dinas terkait melalui PPNS melakukan tindakan jika ada yang melanggar. Perda ini harus segera ditegakkan, terutama oleh pemda di daerah penyangga seperti Lamsel, Mesuji, Tulang Bawang,” ujarnya.

Saat ini, gabah hasil panen petani masih banyak dijual ke daerah Banten, DKI Jakarta, maupun ke Sumatera Selatan. Padahal dalam Perda sudah diatur gabah Lampung tidak boleh dijual. Yang boleh dijual adalah barang jadi dalam bentuk beras.

“Jadi gabah itu harus diolah di Lampung, sekamnya untuk orang Lampung dan tenaga kerjanya juga dari Lampung. Kalau sudah menjadi beras baru boleh dikirim keluar,” tegas Midi.

Menurut anggota DPRD Fraksi Demokrat ini, gudang-gudang Bulog di Lampung saat ini justru diisi beras impor. Padahal hasil panen petani selalu melimpah.
“Boleh dicek di gudang Bulog itu diisi beras impor, bukan dari produk sendiri. Kita panennya suprus tapi kok impor? makanya saya selalu suarakan stop impor,” tandasnya.

Terpisah, supplier gabah di Lampung Timur, Rayon mengatakan Perda Nomor 7 Tahun 2017 ini justru akan membuat petani menjadi korban. Harga gabah akan terjun bebas jika penggilingan padi belum mampu menyerap seluruh hasil panen.

Rayon menilai larangan penjualan gabah keluar Lampung akan mematikan ekonomi petani. Ia pun berharap pemda meninjau kembali isi perda tersebut dengan melibatkan asosiasi petani dan asosiasi penggilingan padi.

“Kami berharap perda ini ditinjau kembali, jangan hanya karena kepentingan segelintir pihak mengorbankan kepentingan yang lebih luas,” jelas Rayon.

Ia menjelaskan, harga jual gabah akan anjlok jika kemampuan serap penggilingan padi di Lampung belum sebanding dengan volume hasil panen raya. Menurutnya, harga bisa turun di bawah Rp5.000 per Kg.

“Jika harga gabah turun yang akan jadi korban itu petani. Yang menikmatinya adalah penggilingan karena harga jatuh. Saat harga rendah, dalam satu kali giling 20 ton para penggiling dapat meraup Rp10 sampai 15 juta,” ungkapnya.

 

 

Pewarta : MM/Rls

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *