MITRAPOL.com, Banda Aceh – Deputi Direktur Walhi Aceh, M. Nasir mengatakan melalui Riliesnya kepada Media Mitrapol, kegiatan pertambangan emas ilegal di Kabupaten Nagan Raya dilakukan untuk mengambil komoditas emas primer yang berada di pegunungan dengan pola menggali lubang dan mengambil material mineral, kemudian pola kedua yaitu melalui kegiatan pertambangan di daerah sungai, hutan dan pemukiman menggunakan alat berat untuk pengambilan komoditas emas placer.
Hasil pemetaan WALHI Aceh, area hutan dan lahan di kabupaten Nagan Raya yang memiliki pertambangan emas ilegal, lokasi terluas di Aceh yaitu mencapai 1.922,34 hektar ucapnya.
Terdapat tiga sektor bisnis yang menjadi pendukung utama sehingga kegiatan pertambangan emas ilegal sulit diberantas sampai saat ini, yaitu bisnis bahan bakar minyak (BBM), yang selama ini dipasok untuk alat berat, mesin sedot, genset, dan mesin gelondongan, kedua adalah pemasok merkuri atau sianida untuk kebutuhan pemurnian mineral emas, dan yang ketiga yaitu bisnis penampung hasil produk ilegal tersebut ungkap Deputi Direktur WALHI Aceh
Masih menurut Deputi Direktur Walhi Aceh, M.Nasir, dampak yang terjadi akibat pertambangan emas ilegal adalah terjadinya rusak dan berkurangnya kualitas air sungai akibat terkontaminasi zat berbahaya, hilang tutupan hutan, rusak pemukiman penduduk, terganggu habitat satwa dalam hutan, menjadi faktor penyebab bencana ekologis banjir dan longsor, hilang nyawa pekerja, dan secara umum menjadi penyebab perubahan iklim.
“Jadi, kami dari WALHI mendesak pemerintah Aceh untuk melakukan upaya perbaikan tata kelola Pertambangan emas ilegal yang ada di Aceh yaitu melalui pengusulan wilayah pertambangan rakyat (WPR) untuk ditetapkan dalam peta Wilayah Pertambangan (WP) Provinsi Aceh dengan demikian, masyarakat dapat mengurus Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sehingga memiliki instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,” ucapnya.
Selama hal tersebut tidak mampu dilakukan oleh Pemerintah, maka akan selamanya masyarakat berada dalam “dosa” ekologi, tentunya apa yang dilakukan oleh masyarakat merupakan pidana pengrusakan lingkungan, pidana pertambangan, dan kehutanan jika lokasi berada dalam kawasan hutan, maka tidak ada pilihan bagi Aparat Penegak hukum selain melakukan penindakan hukum dan memutuskan mata rantai bisnis pendukung kegiatan ilegal tersebut, ujar M. Nasir.
Selain itu, di Aceh juga ada pola pertambangan emas dilakukan dalam area Izin Usaha Pertambangan, namun kegiatan pertambangan dilakukan dengan karakteristik ilegal, karena tidak dibekali kaedah pertambangan yang baik, tidak memiliki SOP, abai ketentuan perizinan, dan tidak memiliki safety keselamatan pekerja, ujar Deputi Direktur WALHI Aceh.
Selanjutnya M. Nasir mengatakan ke intinya, untuk perbaikan tata kelola Pertambangan emas ilegal di Kabupaten Nagan Raya tidak hanya tanggung jawab Aparat Penegak hukum semata, namun Pemerintah Aceh atas kewenangannya juga memiliki tanggungjawab yang sama tutupnya.
Pewarta : T. Indra
Langsung ke konten











