Jakarta

Hendra J Kede: Regenerasi Pernah Jadi Kekuatan PWI, Layak Dikaji Ulang

Admin
×

Hendra J Kede: Regenerasi Pernah Jadi Kekuatan PWI, Layak Dikaji Ulang

Sebarkan artikel ini
Hendra J Kede: Regenerasi Pernah Jadi Kekuatan PWI, Layak Dikaji Ulang
Hendra J Kede

MITRAPOL.com, Jakarta – Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat, Hendra J Kede, menyoroti tren usia para Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dari masa ke masa. Menjelang Kongres PWI yang akan digelar akhir Agustus 2025, Hendra mengajak seluruh pihak untuk merefleksikan kembali semangat regenerasi dalam tubuh organisasi kewartawanan tertua di Indonesia itu.

Menurut Hendra, pada masa Orde Lama, Orde Baru, hingga dua dekade awal era Reformasi, para Ketua Umum PWI umumnya terpilih dalam usia muda, bahkan ada yang masih berusia 20-an dan 30-an tahun.

“Baru sejak 2018, kita menyaksikan Ketua Umum PWI terpilih saat berusia kepala enam. Ini tentu menarik dan layak jadi bahan refleksi menjelang Kongres PWI akhir bulan ini,” ujar Hendra dalam keterangannya, Rabu (7/8/2025).

Ia menyebutkan, sejumlah tokoh PWI yang terpilih dalam usia muda pernah membawa semangat baru bagi organisasi. Misalnya, Usmar Ismail menjadi Ketua Umum saat berusia 26 tahun, T. Sjahril dan Mahbub Djunaidi pada usia 32 tahun, serta Harmoko di usia 34 tahun.

“Regenerasi dan keberanian memberi ruang bagi kaum muda pernah menjadi ciri khas PWI. Itu warisan yang layak dikaji ulang oleh para pemilik suara dalam kongres mendatang,” tegas Hendra.

Berikut data usia para Ketua Umum PWI saat terpilih:

  • Soemanang SH (1946): 38 tahun
  • Usmar Ismail (1947): 26 tahun
  • Djawoto (1950): 44 tahun
  • T. Sjahril (1953): 32 tahun
  • BM Diah (1970): 53 tahun
  • H. Rosihan Anwar (1970): 48 tahun
  • Harmoko (1973): 34 tahun
  • Atang Ruswita (1983): 50 tahun
  • Zoelhanrman (1983): 50 tahun
  • H. Sofyan Lubis (1993): 52 tahun
  • Tarman Azzam (1998): 49 tahun
  • H. Margiono (2008): 49 tahun
  • Atal S Depari (2018): 64 tahun
  • Hendry Ch Bangun (2023): 65 tahun

Hendra menekankan bahwa data tersebut dihimpun dari berbagai sumber terbuka, termasuk Google, Wikipedia, dan literatur sejarah pers Indonesia.

“Ini bukan soal usia semata, tapi soal energi, pembaruan, dan keberlanjutan. Sejarah ada untuk kita pelajari dan renungkan bersama,” pungkasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *