Jakarta

Forum Wartawan Kebangsaan Kritik Program Makan Bergizi Gratis: Soroti Kasus Keracunan, Dapur Fiktif, dan Anggaran Raksasa

Admin
×

Forum Wartawan Kebangsaan Kritik Program Makan Bergizi Gratis: Soroti Kasus Keracunan, Dapur Fiktif, dan Anggaran Raksasa

Sebarkan artikel ini
Forum Wartawan Kebangsaan Kritik Program Makan Bergizi Gratis: Soroti Kasus Keracunan, Dapur Fiktif, dan Anggaran Raksasa
Diskusi Indonesia Review Forum Wartawan Kebangsaan (FWK) di kantor redaksi VOI Media, Rabu (24/9/2025).

MITRAPOL.com, Jakarta – Forum Wartawan Kebangsaan (FWK) menyampaikan kritik tajam terhadap pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang pemerintah sebagai salah satu program unggulan nasional.

Kritik tersebut mencuat dalam diskusi Indonesia Review yang digelar di kantor redaksi VOI Media, Rabu (24/9/2025). Koordinator FWK, Raja Parlindungan Pane, menilai program ini sarat persoalan serius mulai dari kualitas pangan hingga pengelolaan anggaran.

Raja yang juga merupakan salah satu jurnalis senior ini mengungkapkan, Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat terjadinya kasus keracunan makanan MBG sejak Januari hingga 22 September 2025, dengan mayoritas terjadi di Pulau Jawa.

“Bagaimana mungkin program sebesar ini justru menimbulkan ribuan kasus keracunan? Pemerintah harus bertanggung jawab penuh karena yang jadi korban adalah siswa dan masyarakat kecil,” tegas Raja.

Kontroversi semakin mencuat setelah anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, mengungkap adanya dugaan 5.000 titik dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) fiktif dalam program MBG. Ia mendesak BGN memperbaiki sistem verifikasi agar tidak terjadi manipulasi data.

“Kalau data dapur saja fiktif, bagaimana publik bisa percaya distribusi makanan benar-benar sampai ke penerima manfaat?,” ujarnya.

Menambah polemik, Kepala BGN, Dadan Hindayana, bahkan mengakui adanya praktik keterlibatan anggota legislatif di DPR maupun DPRD dalam kepemilikan dapur SPPG. Temuan ini menimbulkan pertanyaan serius soal konflik kepentingan dan potensi penyalahgunaan kewenangan.

Selain masalah teknis dan integritas, FWK juga menyoroti besarnya anggaran program ini. Tahun 2026, MBG tercatat menyerap Rp335 triliun dari total anggaran pendidikan sebesar Rp757,8 triliun.

FWK menilai kebijakan tersebut menggerus esensi anggaran pendidikan yang seharusnya diprioritaskan untuk peningkatan kualitas guru, sarana belajar, dan infrastruktur sekolah.

“Kalau lebih dari sepertiga anggaran pendidikan dialihkan untuk program yang carut-marut, maka kualitas pendidikan kita bisa makin terpuruk. Ini bukan solusi, melainkan bom waktu,” kritik FWK.

FWK mendesak pemerintah segera melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk audit investigatif terhadap alokasi anggaran dan mekanisme distribusi MBG.

“Tanpa transparansi dan pengawasan ketat, program ini rawan berubah menjadi proyek politik yang justru mengorbankan kesehatan dan masa depan generasi muda,” pungkas Raja.