Catatan: Azhari Nasution – Wartawan Senior
MITRAPOL.com, Jakarta – Tekanan publik terhadap Erick Thohir semakin menguat setelah dirinya resmi ditunjuk Prabowo Subianto sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, menggantikan Dito Ariotedjo. Selain dikritik atas kegagalan Timnas Indonesia menembus putaran final Piala Dunia FIFA 2026, Erick juga menjadi sasaran bully di media sosial terkait rangkap jabatan sebagai Ketua Umum PSSI.
Salah satu sumber kritik muncul setelah keputusan PSSI memutus kontrak pelatih asal Korea Selatan Shin Tae-yong dan menggantikannya dengan pelatih asal Belanda Patrick Kluivert. Keputusan tersebut memicu perdebatan panjang di kalangan netizen yang sejak awal menolak pergantian itu.
Meskipun tidak ada larangan dari FIFA terkait rangkap jabatan, tekanan publik tetap diarahkan kepada Erick Thohir agar mundur sebagai Ketua Umum PSSI sebagai bentuk pertanggungjawaban. Opini terus digiring seakan-akan semua langkahnya harus dipertanyakan, seolah publik melupakan sejumlah capaian penting yang telah ditorehkan Erick.
Salah satunya adalah keberhasilan Timnas Indonesia meraih medali emas SEA Games 2023 di Kamboja—sebuah prestasi yang terakhir kali diraih pada 1991. Capaian ini tak lepas dari dukungan PSSI terhadap pelatih Indra Sjafri serta pembenahan manajemen sepak bola nasional.
Selain itu, perjuangan Timnas Indonesia dalam kualifikasi Piala Dunia memang realistis untuk diperdebatkan. Menembus barikade tim kuat seperti Arab Saudi dan Irak bukan tugas mudah, baik untuk Patrick Kluivert maupun Shin Tae-yong. Tidak ada jaminan bahwa pelatih manapun bisa memastikan Indonesia lolos.
Meski begitu, Erick telah melakukan sejumlah terobosan penting, termasuk menghadirkan pemain-pemain naturalisasi yang memperkuat skuad Garuda. Strategi ini terbukti menghidupkan kembali antusiasme publik terhadap Timnas. Stadion Utama Gelora Bung Karno selalu dipadati suporter, bahkan mereka rela terbang ke luar negeri demi mendukung tim kesayangan.
Kritik terhadap kebijakan naturalisasi tentu sah, terutama terkait pembinaan usia dini. Namun di sisi lain, langkah ini menunjukkan upaya serius Erick Thohir mengibarkan Merah Putih di panggung internasional.
Sikap tegas Erick juga terlihat dalam konteks politik olahraga global. Sebagai anggota International Olympic Committee (IOC), Erick menolak kehadiran atlet Israel dalam Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 di Indonesia. Keputusan itu diambil meskipun ia paham konsekuensi diplomatik dan posisi strategisnya di IOC dapat dipertanyakan.
“Loyalitas Menpora Erick Thohir terhadap Merah Putih dan arahan Presiden Prabowo tidak perlu diragukan. Sebagai Member IOC, Pak Erick paham dan siap menghadapi konsekuensi menolak kehadiran Israel,” ujar Krisna Bayu, anggota Komite Eksekutif NOC Indonesia.
Langkah ini selaras dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan Indonesia tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebelum pengakuan terhadap kemerdekaan negara Palestina.
Erick juga menyatakan kesiapannya menghadapi upaya banding Israel ke Court of Arbitration for Sport (CAS) atas pencabutan visa atletnya. Keputusan tersebut menunjukkan komitmen Erick untuk menempatkan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi maupun jabatan internasional.
Dalam konteks ini, Erick Thohir tidak hanya tampil sebagai pejabat publik, tetapi juga sebagai simbol loyalitas terhadap Merah Putih. Kritik boleh terus bergulir, tetapi komitmen terhadap kepentingan bangsa adalah hal yang tak bisa dipungkiri.