MITRAPOL.com, Jakarta — Subholding PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) PalmCo menegaskan komitmennya dalam menjaga keanekaragaman hayati melalui pengelolaan kawasan hutan bernilai konservasi tinggi atau High Conservation Value (HCV). Perusahaan ini mengelola lebih dari 14.000 hektare kawasan HCV di 96 lokasi yang tersebar di Pulau Sumatera dan Kalimantan, yang menjadi habitat penting bagi berbagai flora dan fauna langka, seperti Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera.
Direktur Utama PTPN IV PalmCo, Jatmiko K. Santosa, menyampaikan bahwa bisnis perusahaan tidak hanya berorientasi pada efisiensi dan keuntungan, tetapi juga keberlanjutan lingkungan.
“Kami percaya pertumbuhan ekonomi harus berjalan selaras dengan kelestarian alam, karena masa depan perusahaan juga bergantung pada kesehatan ekosistem,” ujarnya.
Sejak dua dekade lalu, PalmCo telah mengadopsi prinsip Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan menerapkan kebijakan NDPE (No Deforestation, No Peat, No Exploitation) sebagai panduan utama operasionalnya. Komitmen ini didukung oleh penerapan kebijakan zero burning atau tanpa bakar, termasuk pada lahan gambut seluas 13.694,98 hektare, yang terbukti mampu mencegah terjadinya kebakaran di seluruh areal perkebunan perusahaan.
“Sejak awal kami komit zero burning. Jadi sampai kapanpun, PalmCo akan bebas bakar dalam segala operasinya,” tegas Jatmiko.
Konservasi Gajah Sumatera dan Orangutan
PalmCo juga aktif dalam konservasi satwa langka. Di Pesikaian, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, perusahaan mengalokasikan 50 hektare lahan perkebunan sebagai zona konservasi Gajah Sumatera. Program ini dilaksanakan bekerja sama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau (BKSDA Riau) dengan membangun jalur aman serta rumah singgah bagi gajah, termasuk penanaman pakan alami dan pembentukan tim tanggap darurat konflik satwa.
Tak hanya di Riau, PalmCo memperluas komitmen konservasinya ke Kalimantan melalui dukungan terhadap program rehabilitasi Orangutan. Kolaborasi dilakukan bersama lembaga konservasi dan masyarakat lokal, sebagai upaya memperkuat integrasi aspek sosial dan lingkungan dalam rantai nilai bisnis perusahaan.
“Kami ingin membuktikan bahwa sawit tidak identik dengan eksploitasi. Melalui sinergi dengan semua pihak, termasuk lembaga konservasi dan masyarakat lokal maupun adat, kami ingin menunjukkan bahwa industri ini bisa menjadi mitra alam, bukan ancamannya,” pungkas Jatmiko.












