Opini

Eksklusif: Duka Gereja Advent — Kudeta Moral!

Admin
×

Eksklusif: Duka Gereja Advent — Kudeta Moral!

Sebarkan artikel ini
Umat Gereja Advent Gugat Pemilihan di Filipina
Pemilihan pimpinan gereja untuk periode 2026–2030 di Filipina

Pemimpin Bergelimang Dosa, Diberi Mahkota oleh Tangan Asing

MITRAPOL.com, Jakarta — Sebuah awan hitam pekat kini menggantung di atas jemaat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Di Indonesia (MAHKDI). Baru-baru ini, pemilihan pimpinan gereja untuk periode 2026-2030 di Filipina telah menghasilkan keputusan yang tidak hanya memecah belah umat, tetapi juga menghujamkan pedang keadilan moral. Jurang pemisah antara umat yang mendambakan kesucian dan para pemimpin yang “tercemar” kini melebar, menjadi luka menganga.

Tragedi Pengkhianatan di Mimbar Suci

Keputusan dari Filipina ini bukan hanya sekadar urusan administrasi, melainkan sebuah pengkhianatan kolektif terhadap iman. Di tengah tuduhan korupsi yang menajiskan, pelecehan seksual, hingga praktik terlarang lainnya, para pendeta ini justru dihadiahi tahta baru di level kepemimpinan. Ini adalah tamparan keras bagi setiap umat yang men “dewa” kan mereka, meninggikan mereka yang

manusia, lebih dari posisi TUHAN kita di Surga.

Tentu saja, keputusan “Negara Asing” itu justru membakar semangat kelompok penentang. Mereka kini bangkit menuntut Pembersihan Besar-besaran, sebuah Reformasi Total, karena para pemimpin rohani ini dinilai sudah tidak pantas lagi menyandang gelar suci “Pendeta.”

Harga Diri Indonesia yang Terinjak

Bagi kubu penentang, proses pemilihan di bawah pimpinan asing di Filipina adalah penghinaan terbesar bagi umat Advent di Indonesia. Indonesia, sebagai salah satu penyetor perpuluhan terbesar, tidak membutuhkan campur tangan dari negara asing.

“Indonesia sebenarnya mampu mengelola dana itu sendiri,” ujar Lukman Harahap, salah satu pendiri media sosial Adventist Corruption Watch Indonesia (ACWI).

Ia menyoroti ironi pedih: pengiriman dana besar ke luar negeri dilakukan oleh organisasi yang diduga sengaja “menghilangkan” Badan Hukumnya di Kementrian Hukum dan HAM sejak era 90-an. Hal ini seolah mengukuhkan status mereka sebagai entitas yang kebal hukum.

Dosa-Dosa yang Dihadiahi Kenaikan Pangkat

Advokat L. Situmorang angkat bicara, menyebut praktik menaikkan jabatan di posisi Kepemimpinan untuk Pdt yang berlumuran dosa: “Adalah bentuk dukungan orang asing yang tak pantas untuk gereja Advent di Indonesia”.

Ditambahkannya lagi, “Menghadiahi jabatan kepada pendeta yang cacat moralnya adalah satu tindakan yang amat fatal bagi pejabat di organisasi kerohanian, seperti di gereja Advent ini” Itu sebabnya, data yang diungkap oleh kelompok whistleblower sungguh merobek hati. Beberapa kasus “kenajisan” yang terjadi di lingkungan gereja Advent justru berujung pada hadiah naik tahta.

Contohnya:
1. Pendeta Berinisial SS: Kabar perselingkuhan dan “hugel” Pdt. SS di Rumah Sakit Advent Bandar Lampung adalah bisikan memilukan dari jemaat. Bahkan, ada seorang perawat yang menyesali pernah tidur dengan SS. Setelah peristiwa itu, perawat ini jadi putus asa. Akhirnya, karena dibantu oleh Pdt lainnya, perawat ini beremigrasi ke Jepang—sebagai upaya untuk melupakan noda dosa bersama SS. Lebih menyakitkan lagi, kini Pdt. SS justru di angkat ke posisi yang lebih tinggi di Filipina sebagai Sekretaris Kependetaan Divisi Asia-Pacific Selatan. Rupanya beginilah hadiah terbaik untuk skandalnya.

2. Bendahara RP: Wajahnya mungkin tampak tak berdosa, namun Bendahara RP dituduh menerima komisi kotor enam puluh empat juta rupiah dari asuransi AAA. Korupsinya tak hanya berhenti di sana; ia bahkan dituduh memaksa departemen lain menggunakan jasanya untuk pemesanan hotel, demi memperkaya diri dari komisi. Lebih parah lagi, kasus perselingkuhannya di Medan, terjadi di saat istrinya mengandung anak kembar melalui bayi tabung, seolah hanyalah catatan kaki yang sengaja ditutupi. Tapi pelaku korupsi dan perzinahan ini terus dilindungi oleh khusunya Bendahara Uni Indonesia Kawasan Barat (UIKB) yang berinisial PD. Naiknya jabatan RP menjadi Bendahara di UIK Tengah —diduga terjadi untuk menenggelamkan jejak kejahatan lamanya serta kejahatan PD. Pantaskah?

3. Pendeta RS dan SC: Pdt. RS, yang kini ditunjuk sebagai Ketua di Uni Indonesia Kawasan Tengah (UIKT) yang baru, bersama Pdt. SC (Wakil Ketua UIKB saat ini), terungkap pernah menghilangkan catatan dana pembangunan Pondok Putri Ayu di Pangendaran. Kejahatan tanpa kuitansi ini, bukannya berbuah hukuman, malah berujung ke kenaikan pangkat bagi kedua koruptor.

4. Pendeta BS: Pdt. BS, yang akan menjabat sebagai Ketua UIKB mulai 2026, telah terbukti membuat laporan bohong ke Polisi dan melindungi dosen yang ijazahnya berasal dari sekolah yang “tidak terdaftar di Pangkalan Data LLDIKTI”. Dengan menaikkan Pdt. BS ke tahta tertinggi, keputusan dari negara asing ini tidak hanya melindungi si pelanggar hukum, tetapi secara resmi sudah menetapkan kenajisan moral dan kejahatan finansial, sebagai standar baru untuk bisa jadi pemimpin gereja.

Dilema Etis yang Mencekik Umat

Skandal-skandal ini kini memaksa setiap umat Advent untuk berhadapan dengan dilema etis dan spiritual yang mengerikan. Pilihan yang Filipina berikan ini sungguh terasa kejam. Salah satu Pendiri ACWI, Dennis Tilon, menyuarakan jeritan hati umat: “PIMPINAN NAJIS ADVENT yang terpilih sekarang adalah hasil keputusan penguasa asing dari Filipina. Bila umat masih mengirim uang untuk mendukung “ORMAS” yang dikepalai oleh para Pdt NAJIS, sesat & munafik ini, maka umat akan IKUT serta jadi NAJIS, SESAT dan harus bermunafik di depan Pemerintah RI juga. Ini dilema yang serius.

Keselamatan umat dipertaruhkan di mata Surga, bukan kami!

Sekali lagi umat kini dihadapkan pada pilihan terberat:

Mendukung Keputusan Asing: Yaitu menerima para pemimpin yang berlumuran kebejatan yang telah membuat mereka jadi najis untuk menjadi pimpinan Spiritual di gereja Advent. Dengan demikian umat dipaksa secara nyata untuk terus mendukung kejahatan di dalam rumah Tuhan, yang pada akhirnya beimbas kepada kegoncangan batin dan keselamatan jiwa. Atau,

Menolak Keputusan Asing: Serta menghentikan dukungan finansial (boikot dana) sampai semua Pendeta, Bendahara, dan staf yang terlibat Korupsi, Kejahatan Kelamin, dan Nepotisme diturunkan. Tentu saja pilihan ini bisa membuka jalan bagi Pembersihan total Gereja Advent Di Indonesia, atau akan berujung pada risiko perpecahan terbesar yang tak bisa dihindari lagi.
Logikanya sederhana, namun dampaknya menghancurkan: mana ada umat yang suka gerejanya dipimpin oleh pendeta cacat moral, suka bersandiwara di mimbar, sementara kejahatannya justru dihadiahi kedudukan yang lebih tinggi oleh negara asing lagi?

Jurang pemisah di antara kedua kubu semakin melebar. Setiap umat kini dipaksa mengambil keputusan nurani yang sulit. Mempertaruhkan iman mereka di tengah gelombang lumpur moral yang diciptakan oleh para pemimpin mereka sendiri bukan hal yang mudah seperti membalik telapak tangan. Jadi, mau dikemanakan gereja Advent ini?

Penulis : Lukman Harahap & Dennis Tilon, pendiri ACWI

Disclaimer : Redaksi Mitrapol tidak bertanggung jawab atas isi artikel ini, isi artikel secara asli dan tidak ada yang dirubah sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis