MITRAPOL.com, Musi Banyuasin Sumsel — Dugaan praktik mafia tanah di sektor perkebunan Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, kembali mencuat. Kasus ini melibatkan ribuan hektar lahan yang dikelola di luar Hak Guna Usaha (HGU) tanpa izin resmi, indikasi pemalsuan dokumen, serta konflik berkepanjangan yang telah memakan korban jiwa.
Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Muba, sebagian lahan milik kelompok masyarakat Madani Adenas diduga masuk dalam area PT Guthrie Pecconinna Indonesia (GPI) dan dikelola tanpa hak. Penyidikan kasus ini oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Muba telah dimulai sejak Januari 2024, dengan memeriksa perangkat desa, pihak kecamatan, Dinas Perkebunan, puluhan Kepala Desa, dan pejabat BPN.
Ketua Lembaga Intelijen Pers Reformasi Republik Indonesia (LIPER-RI), Muba Komando Perjuangan Rakyat, Arianto, S.E., mengungkapkan adanya indikasi kuat keterlibatan oknum pejabat kecamatan dan kelurahan yang menjadi pengurus koperasi unit desa (KUD).
“Terdapat dugaan pemalsuan puluhan dokumen Surat Pengakuan Hak (SPH) atas nama kelompok masyarakat, yang diduga dimanipulasi oleh oknum kelurahan, kecamatan, dan KUD. Nilai alokasi dana untuk pembuatan dokumen tersebut mencapai Rp600 juta,” ujarnya.
Hasil pengukuran bersama BPN, Kejari Muba, dan Forkopimda menunjukkan sekitar 4.000 hektar lahan di luar HGU dikelola oleh PT GPI, sementara 500 hektar milik kelompok Madani Adenas dikuasai secara ilegal oleh PT GPI dan KUD Muda Rasan Jaya dan kelompok masyarakat 7 desa kurang lebih 2000 Hektar, Arianto menegaskan, konflik ini telah berlangsung selama puluhan tahun dan memakan korban tiga orang meninggal dunia pada 2016 akibat bentrokan terkait lahan.

Publik kini menanti langkah tegas Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Sumsel, dan Kejari Muba untuk menuntaskan perkara ini. Surat dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) tertanggal 18 Juni 2025 telah mengarahkan penanganan kasus ini ke Kejati Sumsel.
“Kami berharap kasus ini tidak menjadi ‘bola pingpong’. Jika berlarut-larut, kami akan menggelar aksi besar-besaran di Kejati Sumsel untuk mendesak penuntasan perkara ini,” tegas Arianto.
Selain itu, ia meminta dukungan Pemkab Muba, DPRD, dan Forkopimda agar memastikan hak masyarakat tidak dirampas oleh oknum mafia tanah atau investor yang melanggar hukum. Arianto juga mengingatkan komitmen Bupati H. Toha dan Ketua DPRD Junaidi Gumai untuk membela kepentingan rakyat.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut hak ribuan warga dan potensi kerugian negara yang besar. Aktivis dan kelompok masyarakat berjanji akan terus mengawal proses hukum hingga para pihak yang terlibat mendapat sanksi sesuai ketentuan.