Catatan: M. Nasir,
Anggota Forum Wartawan Kebangsaan, Wartawan, Penulis Kehidupan
MITRAPOL.com, Jakarta — Kawasan Jalan Asembaris, Tebet, Jakarta Selatan yang padat permukiman penduduk mulai diguyur hujan Rabu pukul 14.00 (19/11/2025). Saat itu Koordinator Nasional Forum Wartawan Kebangsaan (FWK) Raja Parlindungan Pane mulai membuka diskusi mingguan.
Peserta diskusi FWK sudah berkumpul. Wartawan senior antara lain Yesayas Oktavianus, Budi Nugraha, Hendry Ch. Bangun, Irmanto Lukman (LKBN Antara), Herwan, dan Abdillah Pahresi sudah siap di meja diskusi.
Kudapan hasil bumi sudah tersedia lengkap di meja. Ada kacang tanah, ada singkong dan ubi rebus, dan lain-lain.
“Mari kita mulai saja. Kita seperti biasa berdiskusi tepat waktu. Diskusi akan berlangsung kira-kira dua jam,” kata Raja Pane.
Diskusi tanpa kehadiran pejabat negara atau ahli hukum. Para wartawan senior yang hadir saling menyampaikan gagasan, endapan pengetahuan dan pengalaman masing-masing.
Para peserta diskusi seperti Iqbal Irsyad, Pemimpin Redaksi VOI dan AR Loebis dari Mimbar Rakyat yang sudah biasa mengelola redaksi, mengisi rubrik atau kanal (untuk media online) satu per satu menyampaikan gagasan.
Mereka saling melengkapi dan mempertajam materi. Hendry Ch. Bangun, mantan wartawan senior Harian Kompas dan mantan Wakil Ketua Dewan Pers, memberi rambu-rambu agar hasil diskusi tetap dalam koridor kebangsaan.
Forum diskusi sepakat FWK mendesak pemerintah segera mengeksekusi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri) aktif menduduki jabatan di luar institusi kepolisian.
“Putusan MK harus dihormati. Kalau putusan MK dipertanyakan terus-menerus nanti kita sebagai bangsa tidak mempunyai MK yang berwibawa,” kata Hendry Ch. Bangun yang juga mantan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat.
Saya menambahkan institusi penegak hukum harus dijaga kewibawaannya. Tidak saling merendahkan antara institusi penegak hukum.
Tetapi saling menghormati. Polri sebaiknya menghormati putusan MK. Polisi kita jangan terus dihujat. Jaga kewibawaannya supaya kita punya Polri yang berwibawa.
MK sebelumnya mengeluarkan Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang mewajibkan setiap polisi aktif yang memegang jabatan sipil untuk mengundurkan diri atau pensiun.
Putusan dibacakan dalam sidang pleno pada 13 November 2025.
Isu implementasi putusan tersebut menjadi perbincangan hangat karena belum ada kejelasan mekanisme dan waktu pelaksanaannya.
“Kita mendukung Putusan MK dan mengimbau agar segera dicari jalan keluar realisasinya. MK harus bekerja tanpa campur tangan pihak mana pun,” ujar Hendry.
Koordinator Nasiona FWK, Raja Parlindungan Pane, juga menilai percepatan implementasi putusan MK menjadi harapan besar masyarakat yang menunggu reformasi Polri segera diwujudkan.
Namun, menurut dia, teknis soal apakah polisi rangkap jabatan harus mundur atau pensiun masih menjadi perdebatan.
Di tempat terpisah, Dr. M. Harry Mulya Zein, Pakar Ilmu Pemerintahan yang pernah menjadi Kepala Sekretariat dan Asisten Komisioner Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) berpendapat, dalam konteks reformasi birokrasi, keputusan MK memperkuat semangat pemisahan fungsi antara lembaga penegak hukum dan aparatur sipil negara (ASN).
“Dengan demikian, setiap jabatan sipil harus diisi oleh ASN yang kompeten melalui mekanisme seleksi terbuka dan berbasis kinerja,” tutur Harry Mulya Zein.
Putusan MK, kata pengajar ilmu administrasi pemerintahan vokasi Universitas Indonesia ini, sekaligus menjadi peringatan bagi pemerintah agar tidak lagi mempraktikkan penugasan aparat penegak hukum ke posisi-posisi strategis sipil.
“Langkah ini penting untuk menjaga netralitas, profesionalisme, dan kepercayaan publik terhadap lembaga negara,” katanya.
Oleh karena itu bahasan manajemen talenta, menarik untuk dicermati dalam tulisan M Ridwan Radief berjudul “Inkompetensi ASN Merusak Birokrasi”.
Inti tulisan Ridwan, pemerintah daerah telah menyiapkan rancangan promosi jabatan berbasis manajemen talenta. Setiap ASN akan berada pada kotak talenta.
Dengan kata lain, kata Harry, MK telah mengeluarkan putusannya 13 November 2025 yang berarti mengembalikan kesempatan kalangan ASN untuk meniti karier semaksimal mungkin sesuai potensi dan talenta yang dimiliki.
Manajemen talenta ASN adalah fondasi bagi lahirnya birokrasi unggul — bukan sekadar efisien, tapi juga berintegritas dan inovatif.
Jika dijalankan secara konsisten, lanjut Harry, manajemen talenta akan menjadi mesin penggerak menuju Indonesia Emas 2045.
Birokrasi tidak lagi menjadi beban pembangunan, melainkan lokomotif kemajuan bangsa










