MITRAPOL.com, Pandeglang — Pengolahan limbah cair pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menjadi kewajiban untuk mencegah munculnya busa yang berpotensi mencemari lingkungan. Proses pengolahan biasanya meliputi penggunaan antifoam kimia, penyemprotan air, serta tahapan fisikokimia hingga biologis untuk memastikan limbah aman sebelum dibuang.
Namun, dugaan tidak maksimalnya pengolahan limbah terjadi di PLTU 2 Labuan, Indonesia Power. Hasil penelusuran di lapangan menemukan aliran limbah berbusa dari saluran pembuangan PLTU yang tampak mengalir langsung ke area bibir pantai hingga akhirnya bercampur dengan air laut.
Selain itu, awak media juga melihat adanya pemasangan pelampung melingkar di sekitar lokasi pembuangan. Secara kasat mata, pelampung tersebut tampak membentuk sekat yang membatasi area air, sehingga menimbulkan dugaan pembatasan pergerakan perahu nelayan.
Para ahli menilai bahwa limbah berbusa dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi lingkungan. Busa kerap mengandung senyawa kimia seperti deterjen, pestisida, atau bahan kimia industri yang berpotensi mengiritasi kulit, mengganggu sistem pernapasan, bahkan menimbulkan risiko kesehatan jangka panjang. Secara ekologis, busa dapat menurunkan kadar oksigen dalam air, menghalangi penetrasi cahaya matahari, menghambat fotosintesis tanaman air, serta merusak keseimbangan ekosistem laut.
Sejumlah pemancing di pesisir Labuan mengaku hasil tangkapan mereka menurun sejak beberapa waktu terakhir.
“Sudah lama di sini busanya begini, Pak. Saya hobi mancing, tapi hampir tidak pernah dapat ikan kalau mancing di dekat saluran ini,” ujar seorang pemancing saat ditemui pada Minggu, 23 November 2025.
Untuk mengonfirmasi temuan tersebut, redaksi menghubungi pihak PLTU 2 Labuan. Sandi, Humas PLTU 2 Labuan, menjelaskan melalui pesan WhatsApp bahwa busa yang muncul bukan berasal dari bahan kimia berbahaya, melainkan dari mikroorganisme laut.
“Dari hasil kajian LAPI ITB, buih muncul karena populasi mikroorganisme (skeletonema) yang tinggi dan terkena proses turbulensi. Hasil uji sampel buih (LD50 dan TCLP) menunjukkan tidak berbahaya, tidak beracun, dan tidak memiliki efek kronis,” ujar Sandi.
Ia menambahkan bahwa oil boom yang dipasang di bibir pantai digunakan untuk mengendalikan penyebaran buih sebelum mencapai laut lepas.
“Oilboom hanya bisa dipasang di area terluar. Di area dalam, kami melakukan tiga perlakuan, yaitu pemasangan screen, benang jaring, dan spray air,” jelasnya.
Meski demikian, dugaan pencemaran lingkungan masih menjadi perhatian warga. Mereka berharap instansi terkait dan pemerintah daerah turun tangan melakukan pemeriksaan menyeluruh untuk memastikan keamanan lingkungan dan kelestarian ekosistem pesisir di wilayah Labuan.












