MITRAPOL.com, Jakarta — Suasana tegang tengah menyelimuti jemaat Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di Indonesia (MAHKDI). Pemilihan pimpinan gereja untuk periode 2026–2030 yang digelar di Filipina menuai sorotan tajam dan dinilai menimbulkan perpecahan di kalangan umat.
Banyak pihak menilai keputusan tersebut mencederai nilai-nilai moral dan kemandirian gereja di Indonesia. Jurang perbedaan pun semakin lebar antara umat yang menuntut kesucian dan para pemimpin yang dinilai tidak lagi mencerminkan keteladanan rohani.
Pemilihan di Filipina Dinilai Langgar Nilai Kemandirian
Pemilihan pimpinan gereja di luar negeri dinilai sebagian umat sebagai bentuk penghinaan terhadap umat Advent di Indonesia. Mereka mempertanyakan alasan proses penting tersebut justru dikendalikan dari Filipina.
“Indonesia sebenarnya mampu mengelola dananya sendiri,” ujar Lukman Harahap, salah satu pendiri Adventist Corruption Watch Indonesia (ACWI), dalam keterangannya.
Ia juga menyoroti dugaan bahwa organisasi gereja ini telah kehilangan status badan hukumnya di Kementerian Hukum dan HAM sejak tahun 1990-an. Hal itu, menurutnya, memperkuat kesan bahwa pengelolaan organisasi dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas dan berpotensi menimbulkan penyimpangan.
Tudingan Masalah Etika dan Moral
Selain soal campur tangan asing, muncul pula kritik keras terhadap sejumlah pemimpin yang dianggap bermasalah secara moral namun tetap mendapat posisi strategis.
Advokat L. Situmorang menilai hal itu sebagai bentuk pembenaran terhadap praktik yang tidak pantas.
“Memberikan jabatan kepada pendeta yang cacat moral adalah tindakan yang keliru bagi pejabat organisasi rohani seperti gereja MAHK,” tegasnya.
Ia menambahkan, dukungan terhadap individu yang dinilai memiliki catatan pelanggaran moral dapat memperburuk citra gereja dan merusak kepercayaan umat.
Seruan Reformasi dan Pembersihan Internal
Kelompok umat yang menolak hasil pemilihan itu kini menyerukan Reformasi Total dalam tubuh Gereja Advent di Indonesia. Mereka menuntut adanya pemeriksaan terbuka dan transparan terhadap kepemimpinan, keuangan, serta integritas moral para pemimpin gereja.
Menurut mereka, langkah tersebut penting untuk mengembalikan kepercayaan jemaat serta menjaga martabat gereja sebagai lembaga rohani yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan kesucian.












