MITRAPOL.com, Muara Enim – Penolakan terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 terus menggema di berbagai daerah. Para kepala desa se-Indonesia menyampaikan keberatan atas regulasi tersebut karena dinilai menjadi penyebab terhambatnya pencairan Dana Desa (DD) tahap II dan rencana menjadikan Dana Desa sebagai jaminan Koperasi Desa Merah Putih pada tahun 2026.
Di Kabupaten Muara Enim, sebanyak 47 desa terdampak langsung akibat tidak cairnya Dana Desa tahap II. Kondisi tersebut membuat sejumlah program pembangunan yang telah direncanakan dalam APBDes terhenti dan belum dapat dijalankan.
Sekretaris Ketua Forum Kepala Desa Muara Enim yang juga Kepala Desa Muara Gula Baru, Suluhuddin, S.IP., M.M., NL.P, bersama Ketua Forum Kepala Desa Kabupaten Muara Enim Muslim, S.H., NL.P, serta didampingi Maman Bagus, S.E., dan Alhadi Haq, S.H., menilai bahwa PMK 81/2025 sangat merugikan desa. Mereka menegaskan kebijakan tersebut menghambat pelaksanaan visi dan misi kepala desa yang telah ditetapkan dalam RPJMDes.
“Dana desa tahap II tidak cair karena aturan PMK 81. Ini menghambat pembangunan serta pelaksanaan visi misi kepala desa. Terlebih, dana desa akan dipotong dan dijadikan jaminan apabila Koperasi Desa Merah Putih gagal bayar kepada bank Himbara,” ujar Suluhuddin. Senin (8/12).
Suluhuddin juga menyoroti rencana pemangkasan Dana Desa pada tahun 2026, yang disebutnya berpotensi memperburuk kondisi terutama bagi desa yang selama ini minim tersentuh pembangunan melalui APBD.
“Bisa dibayangkan, dana desa dipangkas, pembangunan tidak merata, pokir dewan tidak dapat. Ini sangat menyulitkan bagi kepala desa yang tidak memiliki kekuatan lobi di legislatif maupun eksekutif,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa gerakan penolakan PMK 81/2025 bukan merupakan aksi yang membawa nama organisasi tertentu. Menurutnya, organisasi hanya menjadi wadah komunikasi, sementara aksi dilakukan murni atas nama kepala desa.
“Kami hadir sebagai kepala desa, bukan atas nama organisasi. Undang-Undang Desa hari ini kami anggap telah dikerdilkan oleh kepentingan elit. Desa menjadi korban,” tegasnya.
Para kepala desa menegaskan akan terus menyampaikan aspirasi hingga pemerintah pusat melakukan evaluasi dan mencabut regulasi yang dinilai berpotensi mematikan pembangunan desa tersebut.












