MITRAPOL.com, Jakarta — Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) menilai Indonesia membutuhkan otoritas perlindungan konsumen yang lebih kuat, modern, dan responsif lintas sektor. Salah satu langkah strategis yang diusulkan adalah transformasi kelembagaan BPKN RI menjadi kementerian.
Hal tersebut disampaikan dalam kegiatan Catatan Akhir Tahun (CAT) BPKN RI 2025 bertema “Penguatan Perlindungan Konsumen di Era Digital Guna Mendukung Asta Cita” yang digelar di Gedung BPKN RI, Gondangdia, Jakarta, Selasa (16/12/2025). Kegiatan ini sekaligus menjadi forum dialog terbuka antara BPKN RI dan insan pers sebagai bagian dari upaya transparansi publik.
Acara tersebut dihadiri Kepala BPKN RI Prof. Dr. H. Muhammad Mufti Mubarok, Ketua Komisi Pengkajian dan Kelembagaan Lasminingsih, S.H., LL.M., Ketua Komisi Advokasi Fitra Bukhari, S.H., M.Si., M.H., Ketua Komisi Penelitian dan Pengembangan Prof. Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H., serta Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Ir. Heru Sutadi, M.Si.
Dalam pemaparannya, BPKN RI menyampaikan sejumlah capaian strategis sepanjang 2025 sekaligus merumuskan tujuh agenda strategis yang akan menjadi fokus kerja pada tahun 2026. Salah satu agenda utama adalah penguatan kelembagaan BPKN RI melalui perubahan status menjadi kementerian.
“Kami mendorong agar BPKN ke depan dapat bertransformasi menjadi kementerian. Ini merupakan ikhtiar kami karena Indonesia sangat membutuhkan Central Consumer Authority yang kuat, modern, dan mampu bekerja lintas sektor,” ujar Prof. Mufti Mubarok.
Ia mengungkapkan, peran strategis BPKN RI saat ini belum sepenuhnya didukung oleh struktur organisasi dan anggaran yang memadai. Menurutnya, terdapat sejumlah lembaga lain yang relatif lebih muda usianya, namun telah memperoleh penguatan kelembagaan hingga level kementerian.
“Dengan beban kerja yang besar, kami masih menghadapi keterbatasan anggaran dan struktur organisasi yang minimal. Padahal, tantangan perlindungan konsumen semakin kompleks, terutama di era digital,” tegasnya.
Selain isu kelembagaan, Prof. Mufti juga menyoroti masa jabatan pimpinan dan anggota BPKN RI yang saat ini hanya berlangsung selama tiga tahun. Ia menilai durasi tersebut belum ideal untuk menyelesaikan persoalan perlindungan konsumen yang bersifat jangka panjang.
“Kami mendorong agar masa jabatan diperpanjang menjadi lima tahun, sebagaimana lembaga negara lainnya. Banyak persoalan konsumen yang tidak tuntas karena waktu kerja yang sangat terbatas, sementara proses adaptasi jabatan saja bisa memakan waktu hingga satu tahun,” jelasnya.
Menutup keterangannya, Prof. Mufti menegaskan pentingnya reformasi internal sebagai fondasi penguatan perlindungan konsumen nasional. Reformasi tersebut diarahkan pada penguatan tata kelola sumber daya manusia, pengelolaan pusat data konsumen, serta integrasi sistem digital.
“Reformasi internal ini penting agar perlindungan konsumen benar-benar menjadi gerakan nasional yang sistematis, modern, dan terukur,” pungkasnya.












