MITRAPOL.com, Jakarta — Forum Senja bekerja sama dengan Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Pusat menggelar diskusi Refleksi Akhir Tahun 2025 yang menyoroti keterkaitan antara dinamika politik, perlambatan ekonomi, serta rapuhnya layanan birokrasi digital di berbagai daerah.
Rangkaian pemikiran para narasumber dalam forum ini dipublikasikan melalui media anggota AMKI dan Catatan Forum Senja sepanjang 27–31 Desember 2025.
Sejumlah narasumber yang hadir antara lain Dr. M. Harry Mulya Zein (pakar Ilmu Pemerintahan UI dan IPDN, Dewan Pakar AMKI Pusat), Muhammad Sarwani (wartawan senior, mantan Redaktur Ekonomi Makro Harian Bisnis Indonesia), Yanto Soegiarto (mantan Pemimpin Redaksi RCTI dan Managing Editor Globe Asia), Tundra Meliala (Ketua Umum AMKI Pusat), Sudarno Wiwoho (pemerhati pendidikan dan kebudayaan), Dr. Zarman Syah (Wakil Ketua Umum DNIKS), Dr. Suprapto Sastro Atmojo (Ketua Komite Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Jurnalisme Berkualitas), serta Mohammad Nasir (wartawan senior Harian Kompas 1989–2018).
Digitalisasi yang Rapuh
Dr. M. Harry Mulya Zein menilai digitalisasi birokrasi yang selama ini dipromosikan sebagai bagian dari modernisasi pelayanan publik justru kerap menghadirkan paradoks.
“Di banyak daerah, teknologi yang diperkenalkan tidak sepenuhnya menjawab persoalan mendasar. Alih-alih memudahkan, sebagian layanan justru memperlihatkan jarak antara visi reformasi birokrasi dan realitas pelaksanaan di lapangan,” ujar Harry.
Ia menyebut setidaknya ada dua persoalan utama. Pertama, infrastruktur digital yang belum merata, mulai dari lemahnya jaringan internet hingga keterbatasan perangkat dan kesiapan server. Kedua, layanan digital yang terfragmentasi akibat banyaknya aplikasi yang tidak terintegrasi, sehingga masyarakat harus berulang kali mengunggah dokumen dan membuat akun untuk satu urusan layanan.
“Digitalisasi berubah menjadi birokrasi baru yang melelahkan,” tegasnya.
Tantangan Pertumbuhan Ekonomi
Sementara itu, Muhammad Sarwani menilai proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan masih menjadi perdebatan antara pemerintah dan para ekonom. Pemerintah melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa optimistis ekonomi dapat tumbuh hingga 6 persen, sementara konsensus para ekonom memperkirakan hanya di kisaran 5,2–5,4 persen.
Sarwani mengingatkan bahwa proyeksi tersebut harus berpijak pada realitas global dan domestik yang masih penuh ketidakpastian, termasuk dampak perlambatan ekonomi Amerika Serikat dan China, serta kerugian akibat bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat yang diperkirakan mencapai Rp68 triliun.
Meski demikian, ia memprediksi pasar keuangan Indonesia berpeluang mendapatkan sentimen positif dari potensi melemahnya dolar AS dan turunnya imbal hasil US Treasury yang berpotensi mendorong masuknya kembali modal global.












