MITRAPOL.com, Tangerang Banten – Terdakwa kasus dugaan kepemilikan senjata tajam (sajam) berinisial JLT (34) memohon keadilan kepada Majelis Hakim yang menyidangkan perkaranya di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.
Permohonan itu disampaikan terdakwa saat membacakan nota pembelaan pribadi dalam persidangan yang dipimpin Majelis Hakim pimpinan Ali Murdiat, Rabu (12/3/2025).
JLT yang sampai saat ini menjadi tahanan Lapas Pemuda Tangerang juga membawa istri dan kedua anaknya yang masih kecil ke pengadilan saat sidang agenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi.
“Jujur saya tidak pernah terbayangkan masalah ini akan sampai pada titik sejauh ini, karena memang dari saya pribadi sama sekali tidak ada niat untuk cekcok apalagi niat untuk melukai saudara Nico. Namun, sekarang semua sudah terjadi, namun saya hanya bisa ikhtiar menjalani prosesnya dan berharap Allah SWT berkehendak menunjukkan kebesaran-Nya terhadap orang-orang yang menzalimi saya,” tutur terdakwa yang sebelumnya dituntut hukuman satu tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
JLT mengaku sangat sedih harus berpisah dengan keluarganya sejak dirinya ditahan pada 23 Agustus 2024 lalu.
“Yang paling sedih adalah nasib kedua anak saya dan juga istri saya yang hidupnya benar-benar bergantung pada saya. Anak saya yang tadinya sekolah SD dan PAUD sekarang dengan sangat terpaksa harus saya berhentikan sekolahnya, anak-anak saya yang tadinya dekat banget sekarang terpaksa harus berpisah dalam waktu yang cukup lama. 6 bulan lebih, terutama anak bungsu saya bertanya kapan papah pulang?” ucapnya sedih.
Semua yang hadir di ruang sidang terdiam, tampak istri dan kakak kandung terdakwa mengusap air matanya.
Tak sampai selesai, Majelis Hakim meminta terdakwa untuk tidak melanjutkan membacakan pleidoi pribadinya.
“Bila saya dinilai bersalah mohon kiranya hukumannya diringankan Yang Mulia Majelis Hakim,” harap JLT.
Sebelumnya, Tim Penasihat Hukum terdakwa dari Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH Peradi) Jakarta Utara secara bergantian membacakan nota pembelaan.
Tim PBH Peradi Jakarta Utara yang hadir yakni Dipranto Tobok Pakpahan, Teguh Ariyanto, Umi Sjarifah, Rukmana dan Victor dalam pleidoinya intinya menyatakan bahwa tuduhan JPU terhadap kliennya sama sekali tidak terbukti.
Semua itu terungkap dalam fakta persidangan berdasarkan keterangan para saksi yang dihadirkan oleh JPU dan Penasihat Hukum yakni saksi a de charge serta Ahli Hukum Pidana Prof Suhandi Cahaya.
Terkait barang bukti, Dipranto menyatakan bahwa pedang katana ternyata disita penyidik Polsek Pagedangan di rumah terdakwa bukan di jalanan. Sehingga terpenuhi dalam
Menanggapi pleidoi Penasihat Hukum, JPU Alvin Adianto Siahaan mengajukan replik. Majelis Hakim mengagendakan sidang selanjutnya pada Senin (17/3/2025) mendatang.
“Tuduhan JPU terhadap klien kami terkait sajam yang dinilai melanggar pasal 2 ayat (1) UU Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 sebagaimana dakwaan dan tuntutan JPU sama sekali tidak terbukti berdasarkan fakta persidangan,” ucap Dipranto Tobok Pakpahan usai sidang.
Asal-asalan
Dipranto juga menyoroti JPU yang dinilai kurang cermat dalam menyusun surat tuntutan terhadap kliennya. Bahkan, ia menilai JPU Alvin Adianto Siahaan tidak profesional dan bertindak main-main atau asal-asalan.
“Kami Tim Penasihat Hukum Terdakwa juga menerima Surat Tuntutan dengan Nomor Register yang berbeda yaitu No. Reg. Perkara: PDM-172/M.6.16/Eku.2/11/2024, sementara yang benar adalah Register Nomor: 2002/PID.B/2024/PN.TNG. Jelas ini adalah kesalahan yang fatal, sehingga kami yakin adanya perlakuan kriminalisasi terhadap Terdakwa,” katanya.
Setelah membaca dan mencermati Surat tuntutan JPU, lanjutnya, dalam penjelasannya mengenai keterangan saksi yang disumpah ternyata atas nama saksi Mohammad Rizal Bachtiar. Padahal dalam fakta persidangan tidak pernah diperiksa atau dimintai keterangannya sebagai saksi A de Charge.
“Seharusnya atas nama Ade Romansyah bukan Mohammad Rizal Bachtiar. Semua itu, jelas dan terang benderang bahwa perkara atas nama klien kami dipaksakan,” katanya.
Begitu juga barang bukti berupa pedang katana yang ternyata faktanya disita oleh penyidik Polsek Pagedangan di rumah terdakwa bukan di jalanan.
“Salam keadilan, kami dari PBH Peradi Jakarta Utara meyakini Majelis Hakim akan objektif dalam memutus bersalah atau tidaknya klien kami berdasarkan fakta persidangan,” pungkasnya.
DR