Opini

Qanun Tambang Rakyat: Menikmati Hasil atau Menggali Bencana?

Madalin
×

Qanun Tambang Rakyat: Menikmati Hasil atau Menggali Bencana?

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi tambang rakyat di Aceh dan perdebatan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat
Foto: Rafly Kande.

Oleh: Rafly Kande

MITRAPOL.com, Banda Aceh – Mengapa ada dorongan kuat agar rakyat menambang lewat Qanun Tambang Rakyat? Apakah pengusungnya benar-benar memahami industri pertambangan dari hulu hingga hilir, atau sekadar merasa mampu?

Tambang bukan sekadar dulang, tembilang, atau beliung; ia adalah sistem kompleks yang menuntut ilmu pengetahuan, lingkungan, dan kemampuan finansial.

Semangat tanpa pengetahuan berisiko menjadikan rakyat pelaku eksploitasi massal yang merusak bumi, sementara niat membela justru menimbulkan kerugian ekologis, sosial, dan ekonomi jangka panjang.

Contoh Qatar, UEA, dan Kuwait menunjukkan pengelolaan profesional: rakyat menikmati manfaat melalui subsidi, layanan publik, dan transfer pendapatan tanpa harus menggali tanah sendiri.

Mereka hidup bermartabat, tidak disuruh memegang sekop, dulang, atau tembilang. Saya pribadi sudah menyaksikan langsung di Dubai, Qatar, dan negara-negara maju; kebiasaan rakyat mirip dengan kita yaitu ngopi, berdiskusi, bekerja, namun kehidupan mereka dijamin pemerintah.

Aceh, dengan sumber daya alam yang beragam : emas, minyak dan gas bumi, tembaga, perkebunan, kelautan, perikanan, air, hingga kekayaan budaya, seharusnya menempuh jalan yang sama.

Rakyat harus menikmati hasil sumber daya secara bermartabat, hidup makmur dan tenang, serta menerima tamu dengan penuh keagungan, sementara pemerintah mengelola aset secara bijak.

Tanpa kapasitas dan tata kelola yang kokoh, Qanun Tambang Rakyat hanyalah jembatan rapuh menuju ilusi berbahaya.