MITRAPOL.com, Sukabumi Jabar – Pemindahan layanan Sistem Layanan Kesejahteraan dan Perlindungan Masyarakat (SLARAS) dari Palabuhanratu ke Cisaat, Sukabumi, telah memunculkan berbagai polemik di masyarakat.
Sebagai seorang aktivis yang peduli terhadap kesejahteraan masyarakat Sukabumi, saya merasa perlu mengungkapkan keprihatinan atas langkah ini.
Keputusan ini tidak hanya mengabaikan kebutuhan mendesak masyarakat Palabuhanratu, khususnya di enam kecamatan yang menjadi bagian dari daerah pemilihan (dapil) setempat, tetapi juga bertentangan dengan prinsip dasar pelayanan publik yang adil dan merata.
Mengapa Palabuhanratu Penting?
Palabuhanratu, sebagai ibu kota Kabupaten Sukabumi, memiliki peran strategis dalam melayani masyarakat. Dengan letaknya yang sentral bagi enam kecamatan sekitarnya, Palabuhanratu selama ini menjadi tempat yang ideal untuk memberikan pelayanan SLARAS.
Masyarakat di daerah ini sangat bergantung pada aksesibilitas layanan tersebut, terutama untuk urusan kesejahteraan sosial, seperti penerbitan Kartu Indonesia Sehat (KIS) berbasis APBD.
Namun, dengan pemindahan layanan ke Cisaat, masyarakat harus menempuh jarak yang lebih jauh, menambah beban waktu, tenaga, dan biaya. Ironisnya, ini terjadi saat kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang cepat dan efisien semakin meningkat.
Sebagai ibu kota kabupaten, Palabuhanratu seharusnya menjadi pusat pelayanan, bukan malah kehilangan fungsi strategisnya.
Dinas Sosial Harus Berpihak pada Rakyat
Sebagai instansi yang bertanggung jawab atas kesejahteraan sosial, Dinas Sosial memiliki kewajiban moral dan konstitusional untuk memastikan bahwa pelayanan publik mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama mereka yang berada di daerah-daerah terpencil.
Dalam hal ini, Pasal 34 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tegas menyatakan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Selain itu, Pasal 27 Ayat (2) menegaskan bahwa “Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Keputusan untuk memindahkan layanan SLARAS ke Cisaat tampaknya mengabaikan prinsip-prinsip tersebut. Sebagai pengganti layanan KIS berbasis APBD, masyarakat diharuskan menggunakan surat keterangan keluarga miskin (gakin) yang diarahkan ke RS Jampang Kulon.
Langkah ini tidak hanya memperumit proses bagi masyarakat, tetapi juga menunjukkan kurangnya empati terhadap kebutuhan masyarakat kecil.
Prinsip-Prinsip Penanganan Fakir Miskin
Dalam menangani fakir miskin, negara harus berlandaskan prinsip-prinsip berikut:
1. Kemanusiaan: Penanganan fakir miskin harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, memberikan perlindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.
2. Keadilan Sosial: Pelayanan harus diberikan secara adil kepada seluruh warga negara tanpa diskriminasi.
3. Non-diskriminasi: Tidak boleh ada pembedaan berdasarkan asal, suku, agama, ras, atau golongan.
4. Kesejahteraan: Tujuan utama adalah meningkatkan kualitas hidup masyarakat miskin.
5. Kesetiakawanan: Pelayanan harus didasari oleh rasa peduli dan kasih sayang.
6. Pemberdayaan: Meningkatkan kapasitas dan kemandirian masyarakat melalui program-program yang berkelanjutan.
Langkah pemindahan layanan SLARAS ke Cisaat justru berpotensi melanggar prinsip-prinsip ini. Masyarakat Palabuhanratu dan sekitarnya, yang sebagian besar tergolong masyarakat kecil, kini harus menghadapi tantangan tambahan untuk mendapatkan hak mereka.
Solusi yang Dapat Dilakukan
Sebagai aktivis, saya mengusulkan beberapa langkah konkret yang dapat diambil oleh Dinas Sosial dan pemerintah daerah untuk mengatasi permasalahan ini:
1. Kembalikan Layanan ke Palabuhanratu: Mengingat pentingnya aksesibilitas, layanan SLARAS seharusnya tetap berada di Palabuhanratu untuk melayani masyarakat secara langsung.
2. Optimalisasi Pelayanan Digital: Pemanfaatan teknologi informasi dapat menjadi solusi untuk mempercepat proses pelayanan tanpa harus membebani masyarakat dengan perjalanan jauh.
3. Peningkatan Anggaran Pelayanan Publik: Pemerintah daerah harus memastikan anggaran yang memadai untuk mendukung pelayanan berbasis HAM, sesuai dengan mandat konstitusi.
4. Sosialisasi dan Koordinasi: Pemerintah perlu lebih transparan dalam memberikan informasi terkait perubahan kebijakan dan berkoordinasi dengan semua pihak terkait untuk memastikan tidak ada pihak yang dirugikan.
5. Evaluasi Kebijakan Secara Berkala: Pemerintah daerah dan Dinas Sosial perlu mengevaluasi dampak kebijakan ini secara berkala untuk memastikan bahwa pelayanan tetap memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pemindahan layanan SLARAS dari Palabuhanratu ke Cisaat adalah sebuah langkah yang perlu ditinjau ulang. Keputusan ini tidak hanya menambah beban masyarakat, tetapi juga mengurangi efisiensi pelayanan publik di Kabupaten Sukabumi.
Sebagai bagian dari negara yang menjunjung tinggi keadilan sosial dan kemanusiaan, sudah seharusnya kita memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil selalu berpihak pada rakyat kecil.
Saya berharap, melalui refleksi ini, pemerintah daerah, khususnya Dinas Sosial, dapat segera mengambil langkah untuk mengembalikan layanan SLARAS ke Palabuhanratu dan memperbaiki sistem pelayanan publik secara keseluruhan.
Masyarakat Palabuhanratu dan sekitarnya berhak mendapatkan pelayanan yang layak, cepat, dan manusiawi, sesuai dengan amanat UUD 1945.
Mari bersama-sama kita wujudkan Kabupaten Sukabumi yang lebih adil dan sejahtera bagi semua.
Pewarta : RR