MITRAPOL.com, Sukabumi – Jejak sejarah masa pendudukan Jepang di Indonesia kembali mencuat ke permukaan. Sebuah kawasan misterius peninggalan benteng pertahanan militer Jepang ditemukan di Kecamatan Cireunghas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi ini diyakini menjadi salah satu pusat pertahanan paling rahasia pada masa Perang Dunia II, bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia.
Pada Senin, 6 Oktober 2025, tokoh masyarakat Jawa Barat, Abah Anton didampingi Kombes (Purn) Dindin Ridwan, Hadi Gasantana, Ambu Zahwa, dan H. Aep S. melakukan wisata sejarah ke kawasan tersebut.
Di lokasi yang berada di sekitar Bukit Larangan Legok Cempaka Putih itu, mereka menemukan sejumlah peninggalan penting seperti bekas pabrik pengolahan logam, helipad, jalur lori, benteng pertahanan, gua, serta terowongan bawah tanah.
Menurut cerita masyarakat setempat, sebelum 1945 kawasan tersebut merupakan markas strategis militer Jepang, dan sebelumnya juga digunakan oleh Belanda. “Dulu, tempat ini sangat dijaga ketat. Hanya prajurit atau petugas tertentu yang boleh masuk. Siapa pun yang melanggar bisa dieksekusi,” ungkap Mang Hasan, salah satu tetua Desa Cireunghas yang masih hidup.
Nama “Bukit Larangan” sendiri berasal dari masa itu, ketika kawasan Legok Cempaka Putih menjadi zona terlarang dan sangat dirahasiakan. Kini wilayah tersebut dikenal sebagai Desa Sukalarang, namun kisah kelam masa perang masih melekat kuat di ingatan warga.
Mang Hasan juga mengungkapkan, benteng pertahanan yang ada di kawasan itu memiliki ukuran yang sangat besar — membentang sepanjang 1 hingga 2 kilometer, dengan tinggi sekitar 4 meter dan ketebalan cor batu mencapai satu meter. Kawasan benteng dikelilingi bukit sehingga secara strategis sulit diserang dari belakang.
Yang mengejutkan, beberapa warga bahkan menyebut lokasi ini sebagai “Hiroshima Indonesia”. Sebutan itu muncul karena wilayah ini pernah menjadi sasaran bombardir Sekutu pada tahun 1945, ketika pasukan Jepang mulai terdesak.
Tak jauh dari benteng tersebut, terdapat pula situs peninggalan sejarah lain, yaitu Maqom Tua di Gunung Karamat yang dipenuhi batu-batu menhir kecil. Menurut penjaga situs, maqom tersebut diyakini peninggalan Prabu Taji Malela. Selain itu, terdapat Gua Rangga Gading, gua kecil sedalam sekitar 10 meter dengan sebuah maqom tua di atasnya yang disebut-sebut peninggalan Prabu Rangga Gading Anteg.
Meski memiliki nilai sejarah tinggi, kawasan benteng pertahanan ini belum banyak tercatat secara resmi dalam catatan sejarah nasional. Para pemerhati sejarah berharap pemerintah Indonesia dapat menjalin kerja sama dengan Jepang dan Belanda untuk membuka arsip rahasia masa perang, sehingga tabir sejarah kawasan ini dapat terungkap secara utuh.
“Lokasi ini sangat potensial menjadi situs wisata sejarah sekaligus pengingat perjuangan masa lalu. Ini warisan penting yang harus dijaga,” ujar Abah Anton.
Dengan luas area mencapai sekitar 500 hingga 1.000 hektare, situs benteng rahasia Cireunghas berpotensi besar dikembangkan menjadi kawasan konservasi sejarah dan budaya yang bernilai tinggi bagi generasi mendatang.












