MITRAPOL.com, Tangerang Selatan – Keputusan Caretaker Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Tangerang Selatan, Agus R. Wisas, untuk tetap melaksanakan Musyawarah Kota (Mukota) pada 30 November 2025, menuai kritik dari sejumlah perwakilan anggota Kadin setempat.
Salah satu keputusan yang dipersoalkan adalah penetapan peserta Mukota yang hanya memprioritaskan anggota dengan masa keanggotaan 4, 3, dan 2 tahun. Mekanisme ini dinilai tidak mencerminkan representasi yang adil serta berpotensi menciptakan klasifikasi antaranggota, sehingga membuka ruang konflik saat musyawarah berlangsung.
Selain itu, pembatasan jumlah peserta menjadi 200 orang juga dipandang tidak demokratis. Para anggota menilai kebijakan tersebut terlalu sentralistik dan tidak sejalan dengan prinsip keterbukaan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin.
“Kami sangat menyayangkan pernyataan Caretaker Agus R. Wisas. Kami berharap Mukota Kadin Tangsel akan berjalan lebih baik, tetapi justru berpotensi menimbulkan konflik. Mukota memang harus dilaksanakan, tetapi jangan sampai mengorbankan hak suara anggota yang sah,” ujar Dodi Prasetya Azahari, Ketua Tim Sukses calon ketua Arnovi, dalam keterangan pers, Selasa (18/11/2025).
Kelompok anggota yang menolak kebijakan tersebut juga menyoroti mekanisme penunjukan peserta yang disebut sebagai hak prerogatif Kadin Provinsi dan Caretaker. Mereka menilai kebijakan ini berpotensi “memanipulasi” hasil musyawarah. Berdasarkan Berita Acara Pleno tanggal 24 Oktober 2025, jumlah peserta penuh yang berhak mengikuti Mukota mencapai 660 orang, bukan 200.
“Jika tujuannya rekonsiliasi dan pembaruan, maka Mukota seharusnya dihadiri seluruh anggota biasa yang terdaftar dan memenuhi syarat. Pembatasan ini jelas mencederai semangat musyawarah,” tambahnya.
Anggota yang keberatan juga mempertanyakan rujukan Caretaker pada Peraturan Organisasi (PO) 286 dalam penentuan kuota peserta. Mereka menilai bahwa setelah Mukota tertunda pada 25 Oktober 2025 karena ketidaksiapan panitia, semangat keterbukaan seharusnya dikedepankan, bukan pembatasan sepihak melalui PO.
“Kami mendesak Kadin Indonesia dan Kadin Banten untuk mengkaji ulang keputusan kuota dan proses penunjukan peserta. Jika Mukota dipaksakan dalam kondisi seperti ini, kami khawatir hasilnya cacat prosedur dan berpotensi menimbulkan gugatan hukum. Kami juga siap menempuh jalur hukum dengan data dan fakta yang kami miliki,” tegasnya.
Kelompok anggota yang keberatan menyatakan akan terus melakukan konsolidasi serta berencana melayangkan surat keberatan resmi kepada pimpinan Kadin di tingkat pusat, guna menuntut pelaksanaan Mukota yang lebih inklusif, transparan, dan sesuai aturan organisasi.












