MITRAPOL.com, Jakarta — Forum Wartawan Kebangsaan mendorong (FWK) percepatan reformasi Polri agar kepolisian kembali pada peran utamanya sebagai pelindung dan pengayom rakyat. Publik dinilai merindukan sosok polisi yang humanis, profesional, dan berintegritas.
Dalam diskusi di Kantor Biro Jakarta Harian Suara Merdeka, Rabu (8/10/2025). FWK menyoroti perilaku aparat yang dianggap menjauh dari semangat reformasi. Data Transparency International menunjukkan kepolisian berada di peringkat kelima lembaga paling korup di Indonesia. FWK menilai reformasi Polri harus menyentuh akar permasalahan.
Forum Wartawan Kebangsaan (FWK) menilai reformasi di tubuh kepolisian menjadi kebutuhan mendesak. Masyarakat, kata FWK, merindukan sosok polisi yang kembali berperan sebagai pengayom dan pelindung rakyat, bukan sekadar penegak hukum yang berjarak.
Koordinator FWK Raja Parlindungan Pane menyebut reformasi kepolisian yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto sangat relevan dengan kondisi saat ini.
“Sudah lebih dari 20 tahun sejak Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 lahir. Kini saatnya Polri diperbarui sesuai perkembangan zaman,” ujarnya.
Dalam forum tersebut, sejumlah wartawan senior menyoroti perilaku aparat yang dinilai menjauh dari fungsi utama kepolisian. Polisi dianggap kurang mengayomi masyarakat, pelayanan sering disertai pamrih, dan perlindungan hanya menjadi slogan. Kritik juga diarahkan pada insiden demonstrasi Agustus lalu, ketika seorang peserta tewas terlindas dan sejumlah aktivis ditangkap saat menyuarakan aspirasi.
Pengamat kebijakan publik Agus Wahid, mengutip data Transparency International melalui Global Corruption Barometer, menyebut lembaga kepolisian berada di peringkat kelima paling korup di Indonesia. Angka tersebut menunjukkan tren kenaikan hingga 65 persen dalam satu dekade terakhir.
“Perlakuan istimewa terhadap institusi ini justru memunculkan keberanian melakukan penyalahgunaan wewenang, termasuk praktik korupsi,” kata Agus.
Koordinator Polkam FWK sekaligus Pemimpin Redaksi VOI.id, Iqbal Irsyad, menambahkan bahwa masyarakat menginginkan polisi yang hadir dengan ketulusan.
“Masyarakat merindukan polisi yang tulus mengayomi rakyat. Tanpa pamrih. Tanpa kenal lelah,” tegasnya.
Sejak pemisahan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dari ABRI pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri, publik sempat berharap reformasi membawa perubahan positif. UU No. 2 Tahun 2002 memberi dasar bagi Polri untuk mandiri, profesional, dan modern. Namun, dalam praktiknya, masih banyak tindakan oknum yang merusak citra institusi.
FWK menegaskan, reformasi Polri harus mengembalikan ruh kepolisian sebagai pelindung dan pengayom rakyat. Polisi diharapkan hadir sebagai penegak hukum yang humanis dan menjadi sandaran masyarakat, bukan sumber ketakutan.












