Jakarta

Perlindungan Hak Ulayat dan Hak Masyarakat Adat Papua: Suara dari LSM Pijar Keadilan dan Pergerakan Masyarakat Papua

Madalin
×

Perlindungan Hak Ulayat dan Hak Masyarakat Adat Papua: Suara dari LSM Pijar Keadilan dan Pergerakan Masyarakat Papua

Sebarkan artikel ini
Perlindungan Hak Ulayat dan Hak Masyarakat Adat Papua: Suara dari LSM Pijar Keadilan dan Pergerakan Masyarakat Papua

MITRAPOL.com, Jakarta – Keberadaan masyarakat hukum adat di Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, mencerminkan kekayaan budaya yang terintegrasi dalam kehidupan bernegara.

Keberagaman adat di seluruh kepulauan Indonesia menggambarkan dimensi sosial yang tetap dan alami, di mana masyarakat adat hidup dalam komunitas yang diatur berdasarkan norma-norma tradisional yang berkelanjutan.

Konstitusi Indonesia, melalui Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, telah memberikan pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan masyarakat hukum adat, termasuk hak-hak tradisional mereka.

Salah satu hak utama yang dijamin adalah hak ulayat atau hak adat atas tanah, yang menjadi prioritas utama dalam perlindungan hukum bagi masyarakat adat, terutama di bidang agraria.

Hal ini tercermin dalam Pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, yang menegaskan bahwa hak ulayat harus dijalankan sesuai dengan kepentingan nasional dan negara.

Hukum adat sendiri merupakan kompleks norma yang bersumber dari rasa keadilan masyarakat dan terus berkembang.

Norma-norma ini meliputi aturan perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang dihormati oleh masyarakat adat, meski sebagian besar tidak tertulis.

Keberadaannya diakui secara hukum, dan mencakup aspek-aspek kebudayaan lokal, termasuk peran lembaga adat dalam menyelesaikan sengketa baik perdata maupun pidana di antara masyarakat adat.

Perlindungan Hak Ulayat dan Hak Masyarakat Adat Papua: Suara dari LSM Pijar Keadilan dan Pergerakan Masyarakat Papua

Perlindungan hak-hak masyarakat adat, khususnya di Papua, semakin diperkuat melalui Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, yaitu UU No. 21 Tahun 2001 yang kemudian direvisi melalui UU No. 2 Tahun 2021.

Dalam undang-undang ini, masyarakat adat Papua, melalui lembaga adat dan hak-hak ulayat, diakui dan dilindungi secara khusus.

Undang-Undang ini menegaskan peran penting hak ulayat sebagai bagian dari identitas masyarakat adat di Papua.

Papua memiliki tujuh wilayah adat, yaitu Tabi, Saireri, Anim Ha, Lapago, Mepago, Bomberai, dan Domberai, yang semuanya diakui dalam kerangka hukum perlindungan masyarakat adat.

Beberapa peraturan daerah khusus (Perdasus) juga diterbitkan untuk mendukung hak-hak adat ini, seperti Perdasus No. 20 Tahun 2008 tentang Peradilan Adat dan Perdasus No. 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat dan Hak Perorangan.

Namun, tantangan dalam perlindungan hak ulayat masih sering terjadi, seperti yang dialami oleh suku Ireeuw di Hamadi, Papua.

Tanah adat “OH YAP”, yang secara adat merupakan hak milik suku Ireeuw, terancam oleh klaim pemerintah melalui keputusan Menteri Keuangan No. 456/KMK.06/2018, yang menetapkan tanah tersebut sebagai bagian dari aset eks Yayasan Kerjasama untuk Pembangunan Irian Jaya.

Keputusan ini dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan hak-hak adat yang sah.

Perlindungan Hak Ulayat dan Hak Masyarakat Adat Papua: Suara dari LSM Pijar Keadilan dan Pergerakan Masyarakat Papua

Tuntutan LSM Pijar Keadilan Demokrasi dan Pergerakan Masyarakat Papua:

1. Pengakuan Hak Adat Papua
Negara harus mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat Papua, yang merupakan bagian dari identitas rumpun Melanesia.

Landasan hukumnya meliputi Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, UU Otonomi Khusus Papua, serta berbagai peraturan lainnya yang mendukung perlindungan hak ulayat masyarakat adat.

2. Pembatalan Klaim Aset oleh Kementerian Keuangan
LSM Pijar Keadilan menuntut Menteri Keuangan untuk menghapus tanah adat suku Ireeuw dari daftar aset eks Yayasan Kerjasama Irian Jaya, sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan No. 456/KMK.06/2018, karena bertentangan dengan hukum adat dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Tidak Ada Intervensi pada Proses Sertifikasi Tanah
Kementerian Keuangan diminta untuk tidak melakukan intervensi terhadap proses pendaftaran sertifikat hak milik (SHM) tanah adat tersebut yang saat ini berada di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jayapura.

Melalui tuntutan ini, LSM Pijar Keadilan berupaya memastikan bahwa hak-hak ulayat dan adat masyarakat Papua tetap dihormati dan dilindungi, sesuai dengan amanat konstitusi dan prinsip-prinsip keadilan. (Yape Gulo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *