MITRAPOL.com, Sukabumi Jawa Barat – Fenomena anak-anak di bawah umur yang berkeliling meminta sumbangan dengan membawa kotak amal dari dus bekas diberbagai tempat umum di Kabupaten Sukabumi, seperti pasar, permukiman warga, tempat wisata, lampu merah, hingga SPBU, memicu keprihatinan dan keresahan masyarakat.
Menurut King Agustandi, salah satu aktivis di Kabupaten Sukabumi, masalah ini menjadi sorotan publik karena melibatkan anak-anak yang menimbulkan dugaan bahwa ini eksploitasi anak sehingga fenomena ini memerlukan tindakan cepat dari pihak berwenang.
King Agustandi mengusulkan agar segera diterbitkan surat edaran kepada panitia masjid dan pihak-pihak terkait untuk melarang aktivitas meminta sumbangan dengan melibatkan anak-anak di tempat umum.
“Segera terbitkan surat edaran tersebut agar anak-anak tidak lagi menjadi korban eksploitasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” tegasnya.
King juga mendesak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) untuk mengambil langkah konkret dalam menangani kasus ini.
“Ini bukan hanya soal larangan, tapi juga menyangkut masa depan anak-anak yang semuanya masih di bawah umur. Mereka harus dilindungi dari segala bentuk eksploitasi,” ujarnya.
Ia menambahkan, diperlukan investigasi mendalam untuk memastikan apakah fenomena ini terorganisir oleh pihak tertentu. Jika terbukti, para pelaku harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
Di sisi lain, King Agustandi menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak telah dengan jelas menyatakan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang mendukung pengembangan pribadi dan kecerdasannya.
“Pasal 9 UU tersebut menegaskan hak anak untuk memperoleh perlindungan, pendidikan, dan pengembangan bakat sesuai dengan potensinya. Fenomena seperti ini jelas melanggar hak-hak tersebut,” kata King.
Namun, hingga kini, respons dari DP3A Perlindungan Anak atas permasalahan ini masih dinantikan. Tidak adanya tanggapan dari dinas terkait menjadi sorotan tambahan, mendorong masyarakat melalui media dan aktivis untuk terus menuntut tindakan nyata.
Mengacu pada Konvensi Hak Anak, terdapat empat pilar utama hak anak: hak hidup, hak perlindungan, hak tumbuh kembang, dan hak partisipasi. Selain itu, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menegaskan bahwa anak berhak mendapatkan perlindungan dari orang tua, keluarga, masyarakat, dan negara.
Dengan membiarkan praktik eksploitasi ini terus berlangsung, hak-hak dasar anak-anak di Sukabumi jelas terabaikan.
Selain penegakan hukum, diperlukan pendekatan edukatif kepada anak-anak dan keluarga mereka. Memberikan pemahaman bahwa meminta sumbangan di tempat umum tidak hanya berpotensi melanggar hukum tetapi juga dapat berdampak negatif pada masa depan anak-anak tersebut.
Masyarakat melalui media dan aktivis menuntut tanggapan dan tindakan nyata dari Satpol PP, DP3A Perlindungan Anak, serta Dinas Sosial.
Penertiban anak-anak yang meminta sumbangan di tempat umum perlu diimbangi dengan langkah pemberdayaan, seperti memberikan mereka akses pendidikan dan pendampingan psikologis.
Selain itu, perlu adanya program sosial untuk memastikan bahwa keluarga mereka mendapatkan dukungan ekonomi yang memadai.
“Kami menunggu jawaban dari pihak terkait. Anak-anak ini adalah masa depan bangsa, dan kita semua bertanggung jawab untuk melindungi mereka dari segala bentuk eksploitasi,” tutup King Agustandi.
Fenomena eksploitasi anak di Sukabumi adalah cerminan dari masalah sosial yang kompleks, memerlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan institusi terkait untuk menciptakan solusi jangka panjang.
Apakah pihak-pihak berwenang akan segera bertindak untuk menghentikan praktik ini? Jawabannya sangat dinantikan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pewarta : RR