MITRAPOL.com, Pandeglang – Semrawutnya instalasi jaringan kabel optik milik salah satu perusahaan telekomunikasi di Lebak Selatan mendapat sorotan dari aktivis, pasalnya jaringan kabel yang terpasang tersebut diduga kuat tidak berizin serta tidak berkontribusi terhadap retribusi Daerah.
Sejumlah aktivis yang saat ini tengah mendorong Rapat Dengar Pendapat dengan DPRD Pandeglang mendesak penertiban izin usaha hingga Perda penyelenggaraan infrastruktur telekomunikasi di wilayah kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak.
Deden Haditiya salah satu aktivis yang menyoroti kegiatan dan ikut dalam rapat dengar pendapat di kantor DPRD Pandeglang mengungkapkan bahwa dalam mekanisme transmisi atau penyebarluasan bandwith berbasis jaringan kabel Fiber Optik untuk menjangkau wilayah target pemasaran produk Bandwith internet itu memilki dampak terhadap semrawut dan berantakannya penataan bahu jalan atau ruang jalan yang dipenuhi tiang serta kabel yang tak jarang menimbulkan kekesalan warga.
“Tercatat hingga ada insiden kecelakaan pengendaran terjerat kabel optik saat melintas di jalan raya akibat kabel optik turun ke jalan,” ungkapnya, Kamis (27/2/25).
Lanjut Deden, berdasarkan pengamatannya, instalasi atau penyelenggaraan pemasangan kabel fiber optik tanpa izin dan tertib Retribusi Daerah ini berpotensi menimbulkan konsekwensi hukum pidana jika tidak berizin dan mengantongi persetujuan pemanfaatan ruang jalan dari Pemerintah Daerah.
“Berdasarkan kajian lapangan, ditemukan instalasi kabel optik yang terpasang di ruas jalan diselenggarakan oleh perusahaan yang hanya mengantongi izin Internet Servis Provider (ISP) dengan Nomor KBLI 61921 saja. Sementara Ruang Lingkup ISP tersebut hanya seputar Transaksi Perdagangan Layanan Bandwith internet,” tutur Deden.
“Sementara, penyelenggaraan jaringan kabel fiber optik saat dibentangkan di ruang jalan raya baik itu kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten harus mendapat persetujuan lebih lanjut dari kepala Daerah dan membayar retribusi daerah tergantung dari Perda yang ditetapkan oleh kepala Daerahnya. Kemudian, Jenis Perizinannyapun berbeda, yaitu KBLI 61100 dalam Nomor Induk Berusahanya sebagaimana PP 5 tahun 2021 tentang perizinan Usaha Berbasis Resiko,” jelasnya.
Kajian Dalam Aspek Hukum Pidana Telekomunikasi, kata Deden, bahwa perusahaan Telekomunikasi yang hanya mengantongi izin ISP, kemudian banyak ditemukan melakukan penyelenggaraan kabel secara mandiri, namun izin Penyelenggaraan Jaringan Internet dengan kabelnya tidak ditempuh dalam Perizinan Berbasis Resiko sebagaimana Peraturan Presiden nomor 5 tahun 2021.
“Ada potensi konsekwensi pidana dalam Polemik ini, berdasarkan UU 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi dalam pasal 11 ayat 1, yang mana penjelasan dalam ayat 1 dijabarkan dalam pasal 7, ayat 1, point a, b, c,” kata seorang Aktivis asal Kabupaten Lebak ini.
“Jadi dalam pasal ini, tidak hanya aktifitas jual Kembali Bandwith Internet yang tidak Mengantongi Izin ISP yang bisa diJerat Pidana, Sekaligus Aktifitas Penyelenggaraan Jaringan Kabel Telekomunikasi Tanpa Izin oleh Perusahaan ISP juga dapat di Jerat Pidana Pasal ini,” tandas Deden.
Lebih lanjut Deden mengatakan dalam Kontek Penyelenggaraan Telekomunikasi ada 3 unsur perizinan yang harus dipenuhi dalam pasal 7 ayat 1 point a,b,c, dan dalam point a. Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi yang mana harus mendapat persetujuan dari menteri atau memiliki izin Usaha.
“Kemudian dalam pasal 12 ayat 3 lebih jelas bahwa (3) Pembangunan, pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” papar Deden.
Dengan demikian jika dilihat dari aspek konsekwensinya, bagi perusahaan Provider Internet (ISP) yang melakukan usaha Jual Kembali Bandwith Internet namun sekaligus Menyelenggarakan Pemasangan Jaringan Kabel Fiber Optik di Ruas Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten, tutupnya.
Pewarta : IRF