Oleh : Sehan Ambaru, S.H.
Pemerhati Sosial Masyarakat Sulut
MITRAPOL.com, Minahasa Tenggara – Insiden Penembakan di lokasi tambang Alason, Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra), kembali menjadi sorotan publik. Kejadian ini tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi, tetapi harus dipahami secara komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai aspek, terutama hukum, sosial, dan ekonomi masyarakat.
Dalam kajian sederhana terkait tambang Ratatotok, permasalahan yang muncul dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yang kami sebut sebagai “PETA” (Penambang Tanpa Arah), yaitu:
1. Masalah Hukum – Insiden kriminal yang terjadi, baik perampokan, bentrokan, maupun tindak kekerasan lainnya, harus ditangani dengan tegas sesuai prosedur hukum yang berlaku. Polda Sulut memiliki kewajiban untuk memastikan keamanan dan ketertiban di kawasan tambang.
2. Masalah Sosial dan Ekonomi – Penutupan tambang bukanlah solusi satu-satunya karena akan berdampak pada ribuan masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari tambang rakyat. Jika hanya aspek hukum yang ditindak tanpa mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi, maka ketimpangan yang lebih besar akan terjadi.
Sebagai pemerhati sosial dan hukum di Sulawesi Utara, kami memberikan beberapa rekomendasi sebagai solusi yang lebih seimbang dalam menangani persoalan tambang Ratatotok:
1. Tambang Ratatotok Tidak Perlu Ditutup Sepenuhnya Kejadian kriminal yang melibatkan sekelompok perampok di lokasi tambang tidak bisa menjadi alasan untuk menutup tambang secara total. Penutupan hanya akan menambah masalah sosial dan memperburuk kondisi ekonomi masyarakat.
2. Ketergantungan Masyarakat pada Tambang Tradisional
Puluhan ribu warga Sulut menggantungkan hidup pada sektor pertambangan rakyat. Tambang tradisional yang tersebar di berbagai wilayah, termasuk Ratatotok, telah menjadi penopang utama ekonomi masyarakat.
3. Kontribusi Tambang terhadap Perekonomian Daerah
Keberadaan tambang rakyat telah meningkatkan dinamika ekonomi lokal. Ratusan ribu warga Sulut secara langsung maupun tidak langsung bergantung pada sektor ini. Jika tambang ditutup, pengangguran akan meningkat, yang pada akhirnya dapat memicu permasalahan sosial lainnya.
4. Proses Hukum bagi Pelaku Kriminal di Lokasi Tambang
Insiden penembakan dan berbagai tindak kriminal lain di tambang harus ditangani secara tegas oleh Polda Sulut. Kelompok perampok yang sering beroperasi di lokasi tambang harus ditangkap dan diproses hukum karena telah meresahkan masyarakat dan aparat keamanan.
5. Dukungan terhadap Penegakan Hukum oleh Polda Sulut
Kami mendukung langkah-langkah Polda Sulut dalam menangani berbagai kejadian kriminal di lokasi tambang. Berdasarkan catatan kami, telah terjadi sekitar delapan insiden perampokan emas milik masyarakat di tambang Ratatotok. Bahkan, aparat keamanan pernah menjadi korban kekerasan oleh kelompok kriminal bersenjata.
6. Masyarakat Penambang Tradisional Menolak Penutupan Tambang Sebagai suara dari masyarakat penambang tradisional di Sulut, kami menegaskan bahwa tambang Ratatotok tidak boleh ditutup. Polda Sulut harus tetap memberi ruang bagi masyarakat untuk melakukan penambangan dengan tetap memperhatikan aspek keamanan dan hukum.
7. Landasan Hukum: Revisi UU Minerba 2024 Berdasarkan revisi Undang-Undang Minerba yang baru disahkan oleh DPR RI pada Februari 2024, tambang rakyat kini dapat dikelola oleh BUMDes, UMKM, dan koperasi. Hal ini memberikan peluang legal bagi masyarakat untuk tetap melakukan penambangan dengan sistem yang lebih terstruktur.
8. Pendekatan Solutif dari Polda Sulut
Polda Sulut, khususnya Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus), tidak hanya berfokus pada penindakan, tetapi juga harus berperan sebagai fasilitator. Salah satu solusi adalah mendorong kerja sama antara penambang rakyat dengan BUMDes di setiap desa di Ratatotok, sehingga tambang bisa dikelola secara legal dengan kontribusi terhadap desa dan jaminan keamanan dari aparat.
Menutup tambang bukanlah solusi ideal karena akan berdampak negatif pada perekonomian.