MITRAPOL.com, Banda Aceh – Deputi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Nasir Buloh mengapresiasi Polres Nagan Raya yang tidak henti-hentinya melakukan Penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan emas ilegal di wilayah hukumnya.
Apresiasi itu disampaikan Deputi Walhi Aceh Nasir Buloh saat di Wawancarai oleh media Mitrapol pada Kamis 03 Agustus 2023, setelah maraknya aksi penambangan illegal yang merusak lingkungan khususnya di wilayah Nagan Raya dan Provinsi Aceh
Nasir Buloh menghargai apa yang dilakukan Polres Nagan Raya dalam menyelesaikan persoalan tambang ilegal di Aceh, meskipun sejauh ini upaya tersebut belum memberikan efek jera secara menyeluruh terhadap pelaku kejahatan lingkungan di Aceh ucapnya.
“Bahkan kegiatan ilegal mining dan logging tersebut masih terjadi secara massif di beberapa daerah, seperti di Kabupaten Pidie, Aceh Tengah, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh utara, Bireun, Aceh tamiang dan Aceh Selatan,” ucapnya.
Menurutnya, upaya penegakan hukum belum menjadi solusi dalam menertibkan kegiatan pertambangan emas ilegal di Aceh yang telah berdampak serius terhadap lingkungan hidup dan menjadi faktor penyebab bencana ekologis.
“Di beberapa kasus Penegakan hukum, justru terjadi perlawanan dari kelompok penambang seperti menghadang penyitaan alat berat dan aksi penolakan sebagaimana yang terjadi di Nagan Raya saat ini,” ungkapnya.
Padahal, sambung Nasir, terkait pertambangan, negara telah mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral, dan Batubara (Minerba) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, dan terjadi revisi kembali melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Jadi untuk perbaikan tata kelola pertambangan emas ilegal di Aceh, langkah utama yang harus dilakukan adalah Pemerintah Aceh mengusulkan penetapan WPR (wilayah pertambangan rakyat) kepada pemerintah pusat,” kata Nasir.
“Karena sepengetahuan Deputi Walhi Aceh di Provinsi Aceh belum terdapat WPR sehingga sampai hari ini rakyat tidak bisa mengurus Izin Pertambangan Rakyat (IPR),” tambahnya lagi.
Nasir buloh menambahkan, adapun syarat utama mendapatkan IPR dengan mengusulkan permohonan izin pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai WPR.
Jika WPR belum tersedia atau belum ditetapkan, maka IPR tidak dapat diberikan meskipun kondisi di lapangan telah ada aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh masyarakat.
“Dan selama izin tidak tersedia, kegiatan pertambangan tersebut tetap dianggap ilegal dan bertentangan dengan aturan hukum,” demikian kata Deputi Walhi Aceh Nasir Buloh
Pewarta : T. Indra