MITRAPOL.com, Jakarta – David SG Pella, S.H., Kuasa Hukum kelompok Nelayan Batam bersama Kantor Indonesia Bebas Mafia (KIBMA) menggelar konferensi pers (Konpers) untuk mendorong pemerintah untuk menegakkan keberpihakannya dengan masyarakat Batam dalam mendapatkan haknya dampak dari Penangkapan Kapal Tanker Asing di di pesisir laut Batam pada tanggal 07 Juli 2024 beberapa waktu lalu, yang berlangsung di Kantor KIBMA Gedung GBN Jakarta Pusat, Minggu (18/7/24).
Dalam konferensi persnya menyampaikan bahwa permasalahan ini telah mengajukan gugatan class action terhadap pemilik kapal MT Arman 114 (tergugat I) dan nahkodanya, Mahmoud Mohamed Abdelaziz Mohamed Hatiba, sebagai Tegugat II.
Gugatan ini diajukan atas pencemaran lingkungan laut yang telah menyebabkan kerugian besar bagi kelompok nelayan tersebut. Gugatan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Batam pada 1 Februari 2024. Ungkap David SG Pella, S.H., kepada media.
Ia menjelaskan bahwa Para Penggugat adalah komunitas buruh nelayan yang bertempat tinggal di pesisir laut Batam, yang juga mewakili kepentingan nelayan di kawasan laut Pulau Natuna serta Tanjung Balai Karimun.
Melalu kuasa hukumnya, Penggugat menggantungkan kehidupan sehari-hari untuk menghidupi keluarganya dari hasil laut di kawasan laut Pulau Natuna, Tanjung Balai Karimun dan Laut Batam.
Pencemaran lingkungan laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak dari kapal MT Arman 114 telah mengakibatkan kerusakan pada ekosistem laut di sekitar perairan tempat para nelayan mencari nafkah. Mengakibatkan tangkapan ikan para nelayan mengalami penurunan drastis dan secara langsung berdampak pada penghidupan mereka.
Ia menjelaskan kronologis kejadian waktu itu bahwa Kapal MT Arman 114 yang dioperasikan oleh Tergugat II telah terbukti menumpahkan minyak ke perairan laut Natura Utara pada 7 Juli 2023. Tumpahan minyak tersebut merusak habitat laut dan mematikan sejumlah besar biota laut yang menjadi sumber penghidupan utama bagi para nelayan setempat. Terbukti dengan turunnya hasil tangkap nelayan selama periode Juli 2023 hingga Gugatan ini didaftarkan.
Salah satu dari Nelayan Batam yang bertindak atas nama kelompok nelayan, menyatakan, “Kami menuntut keadilan atas pencemaran lingkungan yang telah menghancurkan sumber penghidupan kami. Tindakan pemilik kapal MT Arman 114 dan nahkodanya tidak dapat diterima, dan mereka harus bertanggung jawab atas kerusakan yang telah mereka sebabkan.” Tegasnya
Pernyataan dari Kuasa Hukum
David SG Pella, S.H., Kuasa Hukum yang mewakili para penggugat, menegaskan, “Gugatan class action ini adalah langkah yang diperlukan untuk melindungi hak-hak para nelayan dan memastikan bahwa para pelaku pencemaran lingkungan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Kerugian yang diakibatkan oleh tumpahan minyak ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga menghancurkan kehidupan ekonomi masyarakat nelayan.”
Untuk diketahui bahwa Gugatan ini sudah didaftarkan di PN Batam dengan nomor perkara 91/Pdt.G/2024/PN Btm. Gugatan menuntut kompensasi atas kerugian ekonomi dan pemulihan lingkungan yang rusak akibat pencemaran di kepulauan Natuna, Tanjung Balai Karimun dan Batam, dengan rincian:
1. Ganti rugi kehilangan pendapatan para penggugat: Rp 6.720.000.000;
2. Kerugian Kesehatan para penggugat: Rp 80.000.000.000;
3. Kerugian nelayan pesisir akibat pencemaran laut: Rp 300.000.000.000
4. Biaya Pemulihan Lingkungan Laut Rp 300.000.000.000
Secara keseluruhan nilai kompensasi yang dituntut kepada tergugat 1 dan tergugat 2 secara tanggung renteng adalah sebesar Rp 686,7 miliar. Para nelayan juga meminta PN Batam untuk menetapkan sita jaminan terhadap kapal tanker MT ARMAN 114 IMO No 9116912 dan cargo muatannya (Light Crude Oil).
Di tambahkan juga oleh Lukas Luwarso, selaku ketua harian Komite Indonesia Bebas Mafia (KIBMA) bahwa kasus ini akan terus di kawal sampai benar-benar terselesaikan.
Menurutnya hak masyarakat itu yang menjadi prioritas pemerintah, dan itu wajib Pemerintah mempertimbangkan hal ini, sehingga masyarakat merasakan keberpihakan pemerintah dengan memberi haknya, tutupnya
Pewarta: Yape gulo