MITRAPOL.com, Bandung – Calon presiden nomor urut tiga, Ganjar Pranowo mengusulkan penggunaan hak angket terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. Hal ini menuai dukungan, namun tidak sedikit juga yang menolak wacana tersebut.
Irjen Pol (Purn) Dr H Anton Charliyan menilai, sangat tidak tepat atau salah kamar jika penyelesaian sengketa pemilu ini melalui hak angket.
“Saya sepakat dengan kajian Prof Yusril Ihza Mahendra, bahwa penggunaan hak angket dalam perselisihan pemilu adalah salah kamar, seharusnya melalui Praperadilan MK,” kata mantan Kapolda Jabar yang akrab disapa Abah Anton ini kepada wartawan, Jumat (23/2/2024).
Abah Anton yang juga adalah Ketua Umum (Ketum) GNPP Prabowo-Gibran dan Dewan Pengarah di tim TKD 02 Indonesia Maju Jabar ini menjelaskan, hak angket adalah sebuah hak khusus yang diberikan kepada anggota parlemen untuk menyelidiki adanya ketimpangan kebijakan.
Baik itu ketimpangan kebijakan yang lakukan presiden dan wakilnya, menteri negara, Panglima TNI dan Kapolri, ataupun pimpinan lembaga pemerintah non kementrian.
”Adanya ketimpangan kebijakan, lalu bentuk kebijakan apa yang dibuat pemerintah selama Pilpres 2024 yang bisa menjadikan salah satu paslon atau partai menang ? Ini harus tertuang jelas dalam sebuah kebijakan yang nyata, di mana selama kita saksikan bersama, tidak ada satu kebijakanpun yang berpihak kepada salah satu paslon atau partai tertentu,” tukas Abah Anton.
“Namun yang agak mengejutkan dalam ajang Pileg 2024 ini, perolehan suara partai partai baik di kubu 01 maupun kubu 03 naik secara signifikan,” sambungnya.
Menurutnya, jika memang ada intervensi atau campur tangan kebijakan pemerintah tentunya berdampak pula pada hasil perolehan suara legislatifnya juga.
“Ini kan tidak, berbanding terbalik. Kemudian masalah adanya kenaikan signifikan partai-partai tertentu, kok tidak dijadikan sebagai materi hak angket ? Tidakah ini sebagai sebuah standar ganda,” kata Abah Anton.
Sesuai dengan UUD 45 pasal 29 (C), lanjut Abah Anton, untuk menyelesaikan sengketa pemilu harus melalui Prapradilan Mahkamah Konstitusi, dengan demikian sifatnya Lex Specialis.
Penyelesainya melalui mekanisme yang sangat khusus secara otomatis mengesampingkan jalur hukum biasa atau pasal-pasal yang bersifat umum. Selain itu hak angket juga bersifat sangat umum, tidak bersifat spesifik.
“Perlu juga kita pahami bersama bahwa sengketa pemilu adalah merupakan peristiwa hukum, sehingga penyelesainyapun harus melalui jalur hukum (yudikatif) tidak melalui jalur legislatif,” tutur Abah Anton.
Jikalau hak angket ini terjadi, bisa menjadikan satu preseden buruk. Di mana nantinya bila ada setiap peristiwa hukum yang dianggap melibatkan kebijakan para petinggi negara tidak akan pernah tuntas, karena bisa saja dintervensi dengan mengatasnamakan hak angket yang merupakan ranah legislatif.
“Maka sangat tidak tepat atau salah kamar jika penyelesaian masalah pemilu ini melalui hak angket,” tandas Abah Anton.
Sebelumnya, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra yang juga Ketua Dewan Pengarah di TKN 02 Pusat merespon usulan hak angket yang digulirkan capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo lewat partainya, PDIP.
Ia menilai perselisihan hasil pemilu atau dugaan kecurangan di dalamnya tak bisa diselesaikan lewat hak angket atau interpelasi di DPR.
Menurutnya, perselisihan pemilu atau pilpres hanya bisa diselesaikan lewat jalur Mahkamah Konstitusi.