Oleh : Heru Riyadi, SH.,MH.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Pamulang
MITRAPOL.com, Jakarta – Azas kepastian hukum merupakan salah satu prinsip fundamental dalam sistem peradilan dan penegakan hukum di Indonesia. Kepastian hukum mengharuskan setiap tindakan hukum dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan memberikan rasa aman serta keadilan bagi masyarakat.
Namun, dalam sejumlah kasus, penerapan prinsip ini sering kali terganggu oleh berbagai faktor, termasuk ketidak jelasan dalam penanganan perkara yang melibatkan pejabat publik. Salah satu contoh yang menonjol yang melibatkan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri.
Kasus ini memunculkan pertanyaan serius mengenai sikap yang seharusnya diambil oleh aparat penegak hukum, khususnya Polda Metro Jaya, dalam menegakkan keadilan dan memastikan bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum.
Dalam hal ini, penting untuk mengkaji sejauh mana kepastian hukum dapat ditegakkan dalam kasus yang melibatkan pejabat tinggi negara, serta langkahlangkah yang perlu diambil untuk mempertahankan integritas sistem hukum di Indonesia.
Mengacu pada pendapat Prof. Romli Atmasasmita pada 28 November melalui Tribun News, seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka apabila didasarkan pada dua alat bukti permulaan yang cukup, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam standar operasional hukum acara yang berlaku.
Terkait dengan kasus Firli Bahuri yang telah ditetapkan sebagai tersangka pada 22 November 2023, meskipun penyidik Polda Metro Jaya telah memeriksa 123 saksi dan 11 ahli, tidak satu pun dari saksi-saksi tersebut yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Selain itu, berkas perkara terkait Firli Bahuri telah dikembalikan oleh jaksa ke Polda Metro Jaya sebanyak empat kali, dengan alasan bahwa berkas tersebut belum memenuhi syarat materiil yang ditentukan. Berdasarkan laporan pemberitaan, berkas terakhir dikembalikan pada 2 Februari 2024. Setelah lebih dari 30 hari sejak penetapan status tersangka, bahkan hampir satu tahun, tidak ada langkah penyidikan yang jelas dan substansial yang diambil oleh penyidik.
Urgensi kepastian hukum dalam kasus ini sangatlah krusial, mengingat status Firli Bahuri sebagai tersangka yang telah berlangsung hampir setahun tanpa adanya perkembangan substansial dalam proses penyidikan. Kepastian hukum merupakan dasar utama dalam sistem peradilan yang adil dan transparan. Ketika proses hukum terhambat atau tidak berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada, hal ini berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap integritas sistem hukum itu sendiri.
Apabila penyidik tidak segera mengambil langkah konkret dan memperjelas status hukum Firli Bahuri, maka akan muncul pertanyaan serius mengenai akuntabilitas aparat penegak hukum, serta pengabaian terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan proses hukum yang jelas dan tepat waktu. Apalagi yang bersangkutan Firli Bahuri dan keluarga sudah lama menjalani /menghadapi sanksi sosial, sehingga dia memilih mengundurkan diri dari jabatannya.
Selain itu, ketidakpastian ini juga berisiko menciptakan kesan bahwa pejabat publik tertentu memiliki kekebalan terhadap proses hukum, yang dapat merusak citra dan integritas institusi hukum di Indonesia. Oleh karena itu, sangat penting bagi Polda Metro Jaya untuk segera menentukan sikap tegas dan menyelesaikan penyidikan ini sesuai dengan prosedur yang berlaku, demi menjaga kepercayaan publik serta menegakkan prinsip kepastian hukum sesuai dengan jargon POLRI Presisi (Prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan.