MITRAPOL.com, Bandar Lampung – Dari hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) siswa SMP di Provinsi Lampung yang mengikuti seleksi masuk sekolah menengah atas (SMA) unggulan menunjukkan nilai mayoritas peserta masih rendah. Kondisi ini mendapat perhatian serius dari DPRD Provinsi Lampung.
Anggota Fraksi Gerindra DPRD Lampung, Fauzi Heri, menilai terdapat ketidaksesuaian antara nilai rapor siswa yang tinggi dengan hasil TKA yang rendah. Menurutnya, hal tersebut mengindikasikan perlunya evaluasi terhadap sistem penilaian di sekolah asal.
“Jika hasil TKA rendah, sementara nilai rapor tinggi, maka sistem penilaian siswa di sekolah asal perlu dievaluasi. Rapor memang memuat aspek kognitif, keterampilan, dan sikap, namun dalam konteks seleksi akademik, aspek kognitif seharusnya lebih diprioritaskan,” ujar Fauzi di Bandar Lampung, Kamis (19/6/2025).
Berdasarkan data Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, sebanyak 3.863 siswa lolos administrasi melalui jalur prestasi untuk masuk ke sekolah unggulan dan mengikuti TKA pada 11–12 Juni 2025. Dari jumlah tersebut, hanya 10,34 persen yang memperoleh nilai di atas 50, sementara 89,66 persen atau 3.533 siswa mendapat skor di bawah 50.
Rincian hasil TKA siswa SMP Lampung:
- Nilai 81–90: 0,08% (3 siswa)
- Nilai 71–80: 0,65% (25 siswa)
- Nilai 61–70: 1,89% (73 siswa)
- Nilai 51–60: 7,74% (299 siswa)
- Nilai 41–50: 22,50% (859 siswa)
- Nilai 31–40: 34,54% (1.450 siswa)
- Nilai 21–30: 26,33% (1.027 siswa)
- Nilai 11–20: 2,90% (112 siswa)
- Nilai 1–10: 0,08% (3 siswa)
- Nilai 0: 0,31% (12 siswa)
Fauzi menyebut hasil tersebut memprihatinkan, mengingat materi TKA meliputi pelajaran umum seperti Matematika, Bahasa Inggris, dan muatan lokal yang telah diajarkan di SMP.
“Kalau nilainya fantastis di rapor, mestinya hasil TKA juga mencerminkan itu. Tapi kenyataannya, sebagian besar justru gagal melewati ambang batas nilai akademik,” katanya.
Ia juga meminta para guru dan sekolah agar menjaga objektivitas serta kejujuran dalam memberikan nilai rapor. Menurutnya, sistem zonasi yang mengandalkan transkrip nilai tidak boleh dijadikan alasan untuk memberikan penilaian tinggi tanpa dasar kompetensi.
“Jangan sampai sekolah-sekolah berlomba menciptakan nilai tinggi hanya demi meloloskan siswa ke sekolah unggulan, tapi mengabaikan kualitas akademik yang sesungguhnya,” tegas Fauzi.
Ia berharap hasil TKA ini menjadi bahan evaluasi bagi Dinas Pendidikan dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan di Lampung untuk memperkuat standar penilaian di tingkat sekolah dasar dan menengah pertama.












